Urgensi Bibit Bebet Bobot pada Rantai Pasok Pangan

Urgensi Bibit Bebet Bobot pada Rantai Pasok Pangan

Dalam filosofi Jawa, banyak dikenal istilah yang merupakan gambaran budaya yang diturunkan turun-temurun terutama untuk hal-hal yang berkaitan dengan pemilihan pasangan hidup. Salah satu istilah yang pada masanya seringkali digunakan para orang tua dalam memilih menantu idaman adalah bibit bebet bobot yang saat ini mungkin tidak lagi populer atau bahkan dianggap ketinggalan jaman.

Falsafah yang hidup dalam budaya Jawa atau budaya daerah manapun di Indonesia dipercaya kaya dan sarat akan pesan kehidupan yang mungkin perlu dipelajari dan diterapkan dalam keseharian, meskipun tidak terbatas hanya pada proses pemilihan pasangan saja.

Calon pasangan yang telah lolos asesmen calon mertua dengan kriteria bibi bebet bobot diyakini dapat menciptakan hubungan yang langgeng dengan pasangan dan siap berbahagia selamanya. Dalam lingkup di luar kehidupan antar manusia, falsafah ini juga ternyata dapat diterapkan ke dalam bidang keilmuan yang lain, misalnya dalam pengelolaan rantai pasok suatu produk pangan.

Lalu bagaimana bibit bebet bobot dapat dijadikan landasan pengelolaan yang baik, dan apa pentingnya bagi keberhasilan rantai pasok pangan? Mari kita bahas satu persatu.

Bibit. Berdasarkan adat istiadat Jawa, sangat penting mengenal asal usul calon pasangan atau garis keturunannya. Karena latar belakang keluarga menggambarkan bagaimana yang bersangkutan dididik dan bertumbuh kembang menjadi dewasa. Dalam ilmu psikologi, telah dibuktikan pada beberapa penelitian terdahulu bahwa pengalaman masa kecil memengaruhi kesehatan fisik dan mental seseorang hingga ia dewasa.

Dalam banyak kasus ditemukan pelaku tindakan kriminal yang memiliki masalah pada masa kecilnya. Jika asal usul manusia dianggap begitu penting, demikian juga dengan produk pangan sebagai hasil seluruh proses pada rantai pasoknya. Perlu diketahui asal usul produk tersebut, dari mana ia berasal, bagaimana ia diproduksi, apa saja, dan dari mana saja sumber daya yang digunakan, dan bagaimana produk tersebut selama perjalanannya di sepanjang rantai pasok  yang umum disebut dengan kemamputelusuran suatu produk atau product traceability.

Definisi yang digunakan untuk kemamputelusuran suatu produk adalah kemampuan untuk mengakses seluruh informasi yang dibutuhkan dari hasil dokumentasi yang dilakukan di sepanjang daur hidup produk. Beberapa informasi yang paling sering dibutuhkan pada rantai pasok pangan adalah durasi penyimpanan dan temperatur di sepanjang rantai pasok, yang berkaitan dengan penanganan produk pangan.

Kesadaran akan dampak negatif dari keamanan produk pangan (food safety) yang tidak dijaga dengan baik mulai merebak pada pelaku industri pangan. Pencemaran bakteri pada bahan pangan yang dapat terjadi di sepanjang rantai pasok, seperti salmonella dan escherichia coli, dapat menyebabkan gangguan kesehatan konsumen dan dapat berakibat fatal pada entitas bisnis yang terkait.

Adanya sistem yang mendukung kemamputelusuran pada produk pangan adalah salah satu early warning system yang memungkinkan para aktor rantai pasok untuk mengambil tindakan preventif dalam menjaga keamanan pangan yang baik.

Berdasarkan estimasi World Health Organization (WHO), sebanyak 600 juta atau kurang lebih 1 dari 10 orang jatuh sakit setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi, dan sebanyak 420 ribu orang di antaranya meninggal dunia setiap tahunnya. Fakta ini mendorong konsumen untuk menyadari pentingnya kemamputelusuran suatu produk, bahkan konsumen global bersedia membeli dengan harga lebih tinggi untuk komoditas yang mampu ditelusur hingga ke hulu rantai pasoknya.

Alhasil, dapat dikatakan faktor kemamputelusuran bisa menjadi faktor daya saing, yang jika dimiliki suatu entitas bisnis yang bergerak dalam industri pangan dapat menjadi senjata untuk memenangkan persaingan dalam industrinya.

Dilihat dari arahnya, kemamputelusuran dapat dimiliki dari hulu ke hilir rantai pasok pangan, yang dikenal dengan forward traceability, dan dari hilir ke arah hulu yang disebut backward traceability. Forward traceability lebih ditekankan pada kemampuan pelacakan aliran fisik produk di sepanjang rantai pasok, sedangkan backward traceability seringkali digunakan untuk melacak sumber kontaminasi atau penyebab masalah-masalah kualitas produk hasil rantai pasok pangan.

Tak pelak lagi, untuk dapat memiliki kemamputelusuran pada rantai pasok diperlukan bantuan teknologi dan kolaborasi antar aktor rantai pasok pangan. Transparansi menjadi syarat mutlak yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, sehingga kesediaan dan keterbukaan antar aktor menjadi sangat penting. Investasi yang cukup besar pada teknologi juga merupakan salah satu tantangan yang dihadapi untuk menjamin proses telusur yang efektif.

Ketersediaan teknologi dan faktor adopsi teknologi yang melibatkan semangat transformasi di sepanjang rantai pasok menjadi tugas rumah yang tidak mudah. Butuh waktu, tenaga, dan biaya untuk memperjuangkan ‘bibit’ pada rantai pasok pangan, demi ketersediaan pangan yang aman dan berkelanjutan.

Bebet. Dalam budaya Jawa, bebet adalah istilah untuk tampilan diri yang menunjukkan kelas sosial atau karakter pribadi seseorang. Tampilan yang menarik dan sesuai dengan yang diinginkan calon mertua merupakan nilai tambah yang penting untuk diterima menjadi menantu.

Di antara ketiga istilah bibit bebet bobot, bebet seringkali menjadi faktor pertimbangan yang digunakan paling akhir untuk menilai seseorang. Untuk produk pangan hasil rantai pasok, tampilan menjadi sangat penting untuk membeli hati konsumen. Bahan dan desain kemasan saat ini bukan saja berfungsi sebagai daya tarik untuk konsumen, namun juga sebagai penjaga kualitas makanan sehingga perannya sangat penting bagi kelancaran aliran pangan pada rantai pasok.

Untuk rantai pasok produk hortikultura misalnya, kemasan buah dan sayuran harus dapat menjaga kesegarannya mengingat adanya waktu tempuh yang diperlukan selama di perjalanan dari lokasi panen hingga mencapai meja makan konsumen di setiap rumah tangga. Terlebih untuk produk segar yang ditujukan untuk ekspor, faktor kemasan sangat krusial dalam menjaga kualitas produk.

Lagi-lagi, teknologi memegang peranan penting dalam menciptakan kemasan yang sesuai untuk produk pangan, terutama untuk produk yang dapat membusuk seiring berjalannya waktu atau produk yang mudah rusak jika penanganannya tidak sesuai.

Kemasan dengan kualitas yang buruk akan berdampak pada kualitas produk pangan yang juga akan memburuk, sehingga dapat meningkatkan volume pangan yang terbuang, yang dikenal dengan istilah food loss dan food waste.

Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO), sebanyak 30% dari volume bahan pangan terbuang dalam perjalanan menuju konsumen, salah satu penyebabnya adalah kemasan yang tidak sesuai atau rusak, sehingga mengganggu kualitas pangan. Fungsi kemasan pangan secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 2, untuk memberikan gambaran peran kemasan yang tidak sedikit bagi jaminan kualitas pangan.

Gambar 2. Fungsi Kemasan Pangan

Melihat fungsinya yang kompleks, tidak semua entitas bisnis pangan dapat memproduksi sendiri kemasan untuk produknya. Kecenderungan berkolaborasi dengan ahlinya merupakan tren yang positif pada rantai pasok pangan, sehingga terjadi proses berbagi pengetahuan dan keuntungan, baik antar aktor rantai pasok maupun antara aktor dan pihak yang berada di dalam ekosistem rantai pasok, seperti penyedia jasa produksi kemasan.

Bobot. Kualitas diri calon pasangan atau calon menantu sangatlah penting dalam filosofi Jawa, sehingga seringkali menjadi kriteria pertama yang disyaratkan dalam pemilihan pasangan. Termasuk dalam kualitas diri adalah pendidikan, pekerjaan, kecakapan, hingga perilaku seseorang.

Dalam kinerja rantai pasok pangan, faktor-faktor yang berkaitan dengan kualitas produk akhir menjadi pertimbangan utama konsumen dalam melakukan pembelian. Dengan adanya perkembangan zaman, kesadaran tentang kesehatan tubuh juga semakin tinggi pada masyarakat, sehingga masyarakat sebagai konsumen produk pangan mulai dapat memilah dan memilih makanan yang aman dan bernutrisi tinggi yang diperlukan oleh tubuh.

Saat ini pula telah banyak produk pangan yang menawarkan keamanan dari kontaminasi kimiawi dengan adanya produk-produk organik yang bebas dari hal-hal yang bersifat kimiawi, seperti pestisida dan lainnya.

Berdasarkan data Aliansi Organis Indonesia (AOI), luas pertanian organik di Indonesia bertambah signifikan setiap tahunnya, yaitu seluas 126.014,39 ha pada tahun 2016, 208.042,06 ha pada tahun 2017, dan 251.630,98 ha pada tahun 2019. Fakta ini menunjukkan persepsi masyarakat yang semakin positif terhadap produk pangan organik yang dianggap aman bagi kesehatan tubuh.

Adanya gerakan untuk mengonsumsi clean food atau makan sehat bagi generasi muda semakin marak, yaitu gerakan untuk mengonsumsi lebih banyak sayur dan buah-buahan. Kecenderungan pada sebagian masyarakat untuk mengurangi konsumsi gula juga mendorong industri minuman untuk memproduksi minuman tanpa gula atau mengandung sedikit gula, sehingga dapat menjawab keinginan konsumen.

Membaca tren dan kebutuhan masyarakat pada pasar target sangat penting bagi pelaku industri sebelum menawarkan produk pangan di pasar tersebut. Seperti yang kita kenal dalam konsep kualitas suatu produk, yaitu kualitas tidak ditentukan oleh persepsi produsen produk tersebut, melainkan oleh konsumen yang diharapkan akan membelinya.

Oleh sebab itu, komunikasi yang efektif dengan konsumen sangat krusial bagi keberhasilan rantai pasok pangan. Survei rutin atau melakukan focus group discussion dengan konsumen inti sangat dianjurkan untuk mengetahui kebutuhan dan keinginan konsumen, sehingga nilai tambah yang sesuai pada suatu produk dapat dibentuk dalam rantai pasok dan ditawarkan pada konsumen yang bersangkutan.

Harga produk pangan organik sudah pasti lebih mahal dibandingkan dengan produk tradisional yang dikelola dengan proses biasa, tetapi jika menembak pasar yang tepat, maka aliran rantai pasok produk pangan organik akan lancar dan langgeng.

Analogi penerapan filosofi bibit bebet bobot pada rantai pasok pangan merupakan pemanfaatan nilai kearifan lokal yang berkontribusi pada pengelolaan proses produksi, logistic, dan distribusi produk pangan.

Indonesia yang kaya akan budaya dan adat istiadat diharapkan dapat lebih banyak memberikan sumbangan pada ilmu pengetahuan dengan pemanfaatan kearifan lokal melalui pemikiran global masyarakatnya. Semoga!

*Tulisan ini dimuat di BUMN Track Online

Diyah Ratna Fauziana

Leave a Reply

Your email address will not be published.