Jejak langkah

Berawal dari sebuah gagasan

1967....Salah satu agenda rapat adalah meminta kesediaan tiga tokoh yaitu: Prof. Dr. Bah­der Djohan mewakili tokoh muslim, Mr. Dr. AM. Tambu­nan sebagai wakil dari Kristen Protestan, dan IJ. Kasimo mewakili kaum Katolik, untuk bertindak sebagai pendiri Yayasan Pendidikan dan Pembinaan Manajemen di depan notaris. Alasan ketiga tokoh tersebut dipilih adalah karena telah dikenal, dan senantiasa teguh dalam perjuangan dan pengabdian kepada Republik Indonesia.

Pada waktu yang hampir bersamaan, Dr AM. Kadarman SJ, yang pada saat itu masih menjabat sebagai Ketua Jurusan Ekonomi IKIP Sanata Dharma Yogyakarta, sedang melakukan lawatan ke Eropa. Sekembalinya dari Eropa beliau mempunyai gagasan untuk mendirikan sekolah bisnis semacam Harvard Business School di Indonesia. Lewat perantara Mr. F. Diepen, Direktur Fokker (perusahaan pesawat terbang), Dr. Kadarman bertemu dengan Mr. FG. Hendricks di Belanda. Keduanya sepakat menyatu­kan gagasan dan berusaha mewujudkan sekolah bisnis tersebut di Indonesia.

Dr. Kadarman dan Mr. FG. Hendricks berusaha men­emui beberapa pengusaha, termasuk pengusaha dari pabrik mobil DAF, dan pejabat Direktorat Kerjasama Teknik Internasional dari Departe­men Luar Negeri Belanda, untuk memuluskan gagasan tersebut.

Pada prinsipnya pengusaha bersama dengan Pemerintah Belanda bersedia memberikan subsidi, dengan syarat di Indonesia terdapat badan yang representatif un­tuk menampung pelaksanaan gagasan tersebut.

Dalam hal lain pada saat itu situasi politik di Indonesia, meskipun mulai stabil tapi masih mengandung kerawanan dan sedang menghadapi konflik sektarian yang mengkhawat­irkan, sehingga badan yang akan dibangun harus sedapat mungkin meredam kerawan­an dan konflik yang kemungkinan akan mengemuka.

Pendirian Yayasan Pen­didikan dan Pembinaan Manajemen

1967, tepatnya pada tanggal 3 Juli 1967 bertempat di kediaman seorang pengusaha yang bernama C. Soebianto di Jl. Wijaya I/41 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, diadakan ra­pat pendirian yayasan. Bapak C. Soebianto kemudian juga menyediakan ruang kantor di Jl. Melawai Raya 16 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan untuk menopang kegiatan awal pendirian yayasan.

Salah satu agenda rapat adalah meminta kesediaan tiga tokoh yaitu: Prof. Dr. Bah­der Djohan mewakili tokoh muslim, Mr. Dr. AM. Tambu­nan sebagai wakil dari Kristen Protestan, dan IJ. Kasimo mewakili kaum Katolik, untuk bertindak sebagai pendiri Yayasan Pendidikan dan Pembinaan Manajemen di depan notaris. Alasan ketiga tokoh tersebut dipilih adalah karena telah dikenal, dan senantiasa teguh dalam perjuangan dan pengabdian kepada Republik Indonesia.

Dalam perjalanan sejarahnya, komposisi ini kemudian dilengkapi dengan unsur yang mewakili Budha dan Hindu, sehingga semakin utuhlah pondasi berdirinya Yayasan Pendidikan dan Pembinaan Manajemen yang sangat menjunjung tinggi kebersamaan dan keberagamaan.

Setelah Yayasan Pendidikan dan Pembinaan Manajemen didirikan di depan notaris dengan berbagai golongan agama yang menopang dari dalam (ikut masuk dalam kepengurusan yayasan,) sehingga semakin utuh pondasi Yayasan. Adapun maksud dan tujuan didirikan yayasan ini, yaitu untuk mengembangkan manajemen di Indonesia yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila.

Sebuah sistem manajemen yang memperhatikan kepentingan semua golongan yaitu: pemilik modal, karyawan, konsumen, masyarakat, dan pemerintah. Yayasan juga secara tegas menolak manajemen kapitalis yang memutlakkan laba, juga menolak dengan tegas manajemen ala komunis yang mengorbankan kepribadian manusia demi kepentingan kolektif.

Pindah ke Menteng

Ketua Badan Pengurus Yayasan Pendidikan dan Pembinaan Manajemen waktu itu Letjen (Purn.) TNI AD Dr. TB. Simatupang dan Duta Besar Belanda Mr. Hugo Scheltema pada 9 September 1969 menandatangani Cofinancing Agreement, selanjutnya Pemerintah Belanda menunjuk Nederlandse Organisatie voor Inter­nationale Samenwerking di Den Haag sebagai pelaksana untuk mendapatkan dana pengadaan Gedung Bina Manajemen (waktu itu namanya Bina Management).

Sedangkan kekurangan dananya disediakan oleh pihak Misereor, badan bantuan yang dibentuk oleh para Uskup di Jer­man, serta pinjaman jangka panjang dengan bunga ringan dari Ecumenical Church Loan Fund (ECLOF), bagian dari The World Council of Churches yang berkedudukan di Jenewa, Swiss.

Pada 1 Juni 1972 seluruh aktivitas LPPM pindah dari Jl. Budi Kemuliaan No 2 ke Gedung Bina Manajemen Jl. Menteng Raya 9.

Revitalisasi PPM Manajemen

Di awal tahun 2000, menyambut abad ke-21 yang dinamis, PPM memperkenalkan logo baru yang mencerminkan dinamika baru. Dengan logo baru yang menambahkan kata ‘manajemen’, PPM ingin menegaskan komitmen dan fokus PPM terhadap kemajuan ilmu dan praktik manajemen di Indonesia. Sementara simbol ‘komet’ menggambarkan sikap visioner PPM yang senantiasa menatap jauh ke depan dan siap menyesuaikan diri dengan perubahan.

Sebagai bentuk penyesuaian terhadap berbagai perubahan, saat ini PPM Manajemen meneguhkan posisinya sebagai penyedia jasa layanan yang terintegrasi dalam membantu perusahaan bertransformasi atau .Integrated Management Solutions for Organization Transformation. Melalui jasa layanan terintegrasi yang dimiliki, PPM Manajemen berkomitmen dalam mendampingi mitra strategisnya untuk tumbuh dan berkembang menjadi organisasi yang inovatif, bernilai tinggi dan berkelanjutan.

Tentunya langkah revitalisasi ini tidak akan berhenti pada satu titik, namun revitalisasi ini akan terus berjalan demi terwujudnya cita-cita PPM Manajemen menjadi organisasi kelas dunia.