T-Shaped Leadership, Sebuah Konsep Tentang Keahlian Seorang Leader

T-Shaped Leadership, Sebuah Konsep Tentang Keahlian Seorang Leader

Pagi itu Maia bersiap menuju kampus, pagi yang cerah di bulan November di Rockhampton kota yang terletak di negara bagian Queensland Australia, sekitar 600 km sebelah utara kota Brisbane. Kota ini terletak di sepanjang Sungai Fitzroy dan merupakan pusat regional yang penting di wilayah Queensland Tengah.

Setiap kali ia melintasi Bullman Street, Maia merasakan keindahan alam yang sangat menenangkan sebagai ciri khas wilayah tropis Australia. Pepohonan yang rimbun dengan bunga warna-warni menciptakan kanopi alami yang sejuk. Sesekali, ia bertemu kanguru yang kadang terlihat di sepanjang jalan.

Hari itu kuliah pertamanya adalah tentang leadership dengan dosen favoritnya Mr. Robert Kelso, dosen senior yang usianya hampir 70 tahun. Meskipun sudah sangat senior, Mr. Kelso dosen yang smart dan bersemangat ketika menjelaskan suatu konsep. Minggu ini kelas akan membahas tentang T-Shape Leadership, Maia tak sabar menunggu saat dimulainya perkuliahan.

T-Shaped Leadership sendiri adalah konsep kepemimpinan yang menggambarkan perpaduan antara kedalaman keahlian seseorang dalam satu bidang tertentu (vertikal dari huruf “T”) dan kemampuan untuk melakukan kolaborasi dan penguasaan terhadap berbagai fungsi lainnya di dalam organisasi (horizontal dari huruf “T”). Mr. Kelso membuka kuliahnya. Maia terlihat sangat serius menyimak dan mencatat.

Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Tim Brown, CEO IDEO pada tahun 2005. Menurut teori ini, seseorang dengan keterampilan T-shaped memiliki keahlian mendalam di satu area, namun di sisi lain, ia juga menguasai disiplin lain termasuk kemampuan melakukan kolaborasi lintas fungsi di dalam organisasi.

Lalu apa yang dimaksud dengan keahlian vertikal dan horizontal?

Keahlian vertikal adalah keahlian mendalam satu bidang tertentu, seperti teknologi, pemasaran, keuangan, maupun bidang lainnya. Pemimpin yang memiliki kedalaman di area ini dapat membuat keputusan yang berbasis pengetahuan dan memberikan arahan yang tepat dalam disiplin ilmu tersebut.

Sedangkan keahlian horizontal adalah kemampuan untuk melakukan kolaborasi dan komunikasi dengan berbagai tim dari bidang lain. Termasuk di dalamnya adalah kemampuan memahami kebutuhan dan perspektif dari berbagai fungsi organisasi. Keterampilan ini memungkinkan pemimpin untuk menciptakan kolaborasi lintas fungsi, memimpin perubahan, dan mengelola tim yang heterogen.

Adapun manfaat manfaat utama dari T-Shaped Leadership adalah peningkatan inovasi dan kolaborasi, karena dalam teori ini pemimpin mampu mengintegrasikan wawasan dari berbagai bidang. Mereka lebih adaptif dan dapat menerima tantangan dengan lebih fleksibel. Selain itu, mereka dapat mengembangkan tim yang lebih beragam, karena pemahaman lintas disiplin memungkinkan mereka untuk bekerja dengan anggota tim dari latar belakang yang berbeda.

Pemimpin tipe ini membantu organisasi lebih fleksibel dan adaptif terhadap perubahan cepat, dengan meningkatkan kolaborasi lintas fungsi untuk menciptakan inovasi dan produk yang lebih efektif.

Di sela-sela penjelasan, Mr. Kelso, melihat Vinay yang duduk di barisan depan sebelah kanan menangkat tangannya. Ia adalah seorang mahasiswa teladan dari India. Ia bertanya tentang teori tiga keterampilan manajerial Robert Katz yang ia ketahui.

Katz mengklasifikasikan keterampilan manajerial menjadi tiga kategori, yakni keterampilan teknis untuk manajer tingkat bawah, keterampilan interpersonal untuk tingkat menengah, dan keterampilan konseptual untuk tingkat atas. Nah, T-Shaped Leadership ini melengkapi teori Katz dengan pendekatan yang menyeluruh.

Pemimpin T-Shaped di level top leaders memiliki keahlian mendalam di satu bidang, namun juga pemahaman luas tentang hubungan antar fungsi dalam organisasi yang memungkinkan mereka berkolaborasi secara lebih efektif.

Namun, penerapan T-Shaped Leadership tidak tanpa tantangan, terutama dalam organisasi dengan budaya hierarkis yang kuat, seperti yang sering ditemukan di Indonesia. Di banyak perusahaan, struktur organisasi yang tradisional dan keputusan yang cenderung terpusat pada level atas bisa menghambat kolaborasi lintas fungsi. Untuk mengatasi hal ini, perusahaan perlu mendorong komunikasi yang lebih terbuka dan memberikan pelatihan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kolaborasi lintas disiplin.

Selain itu, kecenderungan di banyak perusahaan untuk menghargai keahlian teknis yang mendalam juga bisa menjadi hambatan dalam penerapan T-Shaped Leadership. Beberapa sektor lebih fokus pada spesialisasi teknis dan kurang menghargai keterampilan lintas disiplin. Perusahaan bisa mengatasi hal ini dengan memperkenalkan program rotasi jabatan atau pelatihan lintas fungsi untuk membangun keterampilan ini di kalangan pemimpin.

Penerapan T-Shaped Leadership di Indonesia juga dihadapkan pada tantangan dalam hal pengelolaan perubahan. Banyak organisasi yang lebih konservatif dan sulit beradaptasi dengan model kepemimpinan yang lebih terbuka dan kolaboratif. Oleh karena itu, penerapan model ini harus dilakukan secara bertahap, dengan melibatkan manajer dalam proses transisi dan memberikan pelatihan serta pendidikan berkelanjutan.

Selain itu, matrik kinerja yang lebih tradisional yang fokus pada hasil teknis atau fungsi tertentu perlu disesuaikan agar mencakup aspek kolaborasi dan inovasi. Perusahaan juga perlu menyediakan teknologi dan platform digital yang mendukung kolaborasi lintas departemen, seperti alat komunikasi dan manajemen proyek yang memungkinkan tim bekerja lebih efektif.

Secara keseluruhan penerapan T-Shaped Leadership dapat memberikan banyak manfaat, termasuk peningkatan inovasi, kolaborasi lintas disiplin, dan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan. Namun, penerapannya memerlukan penyesuaian dengan budaya lokal dan konteks organisasi, terutama dalam struktur hierarkis yang kuat dan kecenderungan untuk menghargai keahlian teknis yang mendalam.

Dengan pendekatan yang tepat, T-Shaped Leadership bisa menjadi alat yang efektif dalam menciptakan pemimpin yang lebih adaptif dan mampu menghadapi tantangan masa depan.

OK! Folks. Demikian kuliah kita hari ini tentang T-Shape leadership, siapa yang bisa menyimpulkan diskusi kita hari ini ?” Mr. Kelso bertanya kepada kelas.

Maia menangkat tangannya segera seraya menyimpulkan bahwa T-Shaped Leadership itu menggabungkan keahlian mendalam dalam satu disiplin (vertikal) dan kemampuan berkolaborasi lintas fungsi (horizontal). Konsep ini meningkatkan inovasi dan adaptasi organisasi dengan memungkinkan pemimpin untuk bekerja lebih fleksibel dan efektif dalam tim yang beragam.

Penerapan T-Shaped Leadership menghadapi berbagai tantangan, seperti organisasi dengan budaya hierarkis yang kuat dan struktur yang terpusat, yang dapat menghambat kolaborasi lintas fungsi. Selain itu, kecenderungan untuk menghargai keahlian teknis mendalam juga menghalangi pengembangan keterampilan lintas disiplin pada pemimpin. Untuk mengatasi hal ini, perusahaan perlu mendorong komunikasi terbuka, memberikan pelatihan lintas fungsi, serta memperkenalkan program rotasi jabatan.

Penerapan T-Shaped Leadership juga harus dilakukan secara bertahap, dengan melibatkan manajer dalam proses transisi dan memperbarui matrik kinerja untuk mencakup kolaborasi dan inovasi. Meski demikian, dengan pendekatan yang tepat, model ini dapat meningkatkan inovasi, kolaborasi, dan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan, serta menciptakan pemimpin yang lebih adaptif dalam menghadapi tantangan masa depan.

Akhirnya, kelas ditutup dengan tepuk tangan meriah Mr. Kelso dan seluruh mahasiswa di dalam kelas, Maia tersenyum sangat puas.

*Tulisan ini dimuat di SWA Online

Baca Juga

Ratu Eneng Kusumaningrat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *