Supply Chain Susu Sapi yang Kontra Sustainability
Susu sapi yang dipercaya masyarakat memberi gizi bagi semua usia masyarakat ternyata membutuhkan sangat banyak sumber daya di sepanjang jaringan Supply Chain-nya, bahkan berpotensi menurunkan kualitas lingkungan hidup dibandingkan dengan jumlah susu yang diproduksi.
Penelitian dari University of Oxford tahun 2018 menunjukkan bahwa segelas susu sapi menghasilkan tiga kali emisi gas rumah kaca dan membutuhkan sembilan kali luas tanah dibandingkan sumber daya yang dibutuhkan untuk menghasilkan segelas susu berbasis tanaman (misalnya: susu almon).
Total energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 Liter susu melalui peternakan adalah sebagai berikut:
- Lahan peternakan seluas 2,97 Hektar.
- 1.093 Liter air untuk membersihkan sapi dan memberi minum sapi selama hidupnya.
- Menghasilkan 1,25 kilogram CO2 yang artinya kontribusi bagi pemanasan global.
Pada Ilustrasi di bawah terlihat energi terbesar dikonsumsi pada jaringan pasokan, di mana hasil akhir yang dikonsumsi ternyata jauh lebih kecil dibandingkan energi total yang dibutuhkan untuk menghasilkan segelas susu sapi.
Solusi inovatif yang ditemukan manusia adalah melalui proses modifikasi gen menggunakan DNA sapi untuk menghasilkan sumber protein, susu, dan produk olahan susu (contoh: keju, yoghurt) tanpa peternakan sapi dan tanpa tambahan zat pengawet. Contoh adalah yang dilakukan perusahaan Remilk asal Israel.
Proses modifikasi gen menggunakan DNA sapi ini dilanjutkan dengan proses fermentasi, dan akhirnya menghasilkan susu dengan proetein dan rasa yang sama seperti susu dari memerah sapi.
Berikut perbandingan energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 Liter susu sapi melalui jaringan Supply Chain peternakan sapi dan melalui modifikasi DNA:
Peternakan Sapi | Modifikasi DNA Sapi | |
Luas lahan peternakan (Hektar) | 2,97 | 0,28 (Luas laboratorium modifikasi gen) |
Volume air (Liter) | 1.093 | 19,6 |
Membuang CO2 (kilogram) | 1,25 | 0,41 |
Dari sini kita dapat melihat bahwa ada ada pandangan lain yaitu mengubah cara manusia menyediakan dan menyuplai (supply) makanan. Bukan tidak mungkin suatu hari nanti akan ada inovasi daur ulang sisa makanan dan kemasannya juga melalui teknologi rekayasa genetika sisa makanan.
Berikut adalah beberapa prinsip dari UN Sustainability Development Goals yang dicapai dengan metode Modifikasi DNA Sapi:
- Clean Water & Sanitation, dengan menjamin komposisi unsur hara di peternakan, dan mengurangi penggunaan air.
- Affordable & Clean Energy, karena menghasilkan lebih sedikit CO2, sehingga menjaga kebersihan lingkungan.
- Responsible Consumption & Production, dengan mengkonsumsi lebih sedikit sumber daya alam.
Pertanyaanya, apakah solusi dari Supply Chain makanan dan susu adalah dengan merekayasa gen dari teknologi pengembangan sel? Atau solusi ini sekaligus menerapkan prinsip reverse logistic dan circular economy? Jika rekayasa genetika ini digalakkan di semua komoditas, sehingga tidak perlu lagi proses pertanian -beserta industri pendukungnya- yang masif, namun manusia masih mampu menyediakan bahan makanan yang cukup.
Pertanyaan berikutnya, karena akan ada industri yang tidak diperlukan lagi, kemanakah tenaga kerja di seluruh proses Supply Chain ini akan memperoleh pekerjaan pengganti? Apakah ini paradoks dari sustainable yang ramah lingkungan tapi mengurangi lapangan pekerjaan?
Mari kita berefleksi!
*Tulisan ini dimuat di SWA Online