Sektor Publik Juga Butuh Manajemen Risiko
Satu hal yang sangat melegakan saat ini adalah telah dijalankannya program vaksinasi Covid-19 secara nasional. Langkah bersama yang dilakukan oleh semua negara ini menyasar upaya untuk meredakan laju peningkatan pandemi Covid-19 secara serentak. Hal ini dilakukan agar sektor ekonomi dapat kembali menggeliat.
Merujuk pandangan beberapa pakar dan ekonom, meskipun program vaksinasi nasional dan dunia telah dijalankan namun tidak berarti bahwa ekonomi di tahun 2021 dan 2022 nanti akan dihadapkan pada tingkat kepastian yang tinggi. Unsur ketidakpastian dalam konteks perekonomian kita masih terus membayang-bayangi. Sebab belajar dari pengalaman pandemi ini, dunia usaha kiranya perlu terus terjaga untuk menghadapi setiap perubahan yang terjadi.
Tuntutan tersebut juga dimiliki oleh sektor publik. Sebagai institusi yang melayani masyarakat, sektor ini turut rentan pada kritik dan pencermatan dari masyarakat. Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat masyarakat merupakan stakeholder terpenting dari sektor publik.
Di sisi lain, sejumlah institusi di dalam sektor publik dalam negeri tampak tengah berbenah secara serius guna menghadapi setiap tuntutan tersebut. Pemanfaatan teknologi tingkat tinggi untuk meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat patut diacungi jempol. Sejumlah perizinan di beberapa lembaga kini dapat dilakukan secara daring. Hal ini selaras dengan tuntutan kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat yang diterapkan selama pandemi.
Ke depan, peran teknologi ini dirasa mampu mendekatkan layanan sektor publik kepada para stakeholder-nya secara real time. Dengan demikian layanan 7 hari dalam seminggu dan 24 jam sehari bukanlah merupakan hal yang mustahil. Inilah mekanisme yang mempererat kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat.
Peningkatan kompleksitas tersebut tak ayal telah membuat nafas perubahan di tubuh sektor publik semakin meningkat. Keterbukaan institusi terhadap dinamika yang terjadi di masyarakat turut mendatangkan beberapa problem potensial di masa depan. Di titik inilah kehadiran sistem manajemen risiko pada sektor publik mutlak diperlukan. Bila demikian, bagaimana metode pengelolaan risiko yang dinilai tepat bagi sektor ini?
Cukup dini memang untuk menjustifikasi ketepatan sebuah metode pengelolaan risiko bagi sektor publik. Namun beberapa Kementerian terkait telah menggariskan hal pokok dalam pengelolaan risiko khususnya pada setiap lembaga dan institusi yang berada di sektor ini. Intinya, lembaga diajak untuk menempatkan misi dan visi layanannya kepada masyarakat, bangsa dan negara sebagai sasaran kinerja utama. Selanjutnya sisi tata kelola yang baik seperti transparansi kebijakan, pertanggung jawaban publik serta kejujuran menjadi pilar yang turut memperkuat bangunan manajemen risiko ini.
Pada operasionalisasinya, manajemen risiko di sektor publik dapat diawali dengan menentukan konteks pengelolaan, apakah akan dilakukan di tingkat lembaga atau bersifat menyeluruh, meliputi setiap unit kerja yang ada. Jika pilihan kedua yang menjadi alternatif terbaik maka panduan teknis akan menjadi acuannya. Namun demikian, satu hal yang patut disepakati adalah membangun paradigma bahwa setiap personel merupakan pemilik risiko.
Pada praktiknya, menempatkan cara pandang tersebut bukanlah hal yang sederhana. Para personel lembaga harus diyakinkan bahwa melalui tata pikir, tutur kata dan tingkah lakunya, seseorang yang dikenal loyal pada lembaga dapat menciptakan risiko yang mengancam reputasi dari lembaga tersebut.
Analoginya cukup sederhana. Aksi dari para terdakwa korupsi merupakan sebuah contoh yang cukup konkret. Meskipun fakta ini masih menjadi sebuah perdebatan publik yang tak berujung, namun setidaknya sisi manajemen risiko telah menjadi sebuah sistem pengingat yang jelas.
Berangkat dari pemahaman tersebut maka sistem manajemen risiko yang perlu dibangun adalah yang dapat mengintegrasikan antara strategi lembaga dalam melayani masyarakat dengan sistem pengelolaan risiko itu sendiri.
Manajemen risiko di sektor publik perlu menjadi sebuah pertimbangan penting dalam melihat kelayakan dari sebuah strategi. Sebab bagaimanapun yang menjadi taruhannya adalah reputasi dari lembaga, berikut anggaran yang tengah dikelolanya.
Bila kita menarik konteks tersebut pada ilmu pengetahuan di bidang manajemen risiko, maka metode COSO 2017 dapat menjadi sebuah alternatif. Metode ini menempatkan manajemen risiko sebagai bagian terintegrasi dari pengelolaan strategi lembaga dengan sasaran meningkatkan nilai kualitas layanan lembaga kepada seluruh pemangku kepentingan.
Jika ini dapat diwujudkan, niscaya indeks daya saing Indonesia di kancah global akan meningkat secara signifikan. Semoga!
Salam sehat untuk Anda dan keluarga, dan jangan lupa untuk memberikan diri kita vaksin demi Indonesia yang sehat!
*Tulisan ini dimuat di SWA Online