Proses Rekrutmen Seleksi Calon Karyawan Pengaruhi Citra Perusahaan

Proses Rekrutmen Seleksi Calon Karyawan Pengaruhi Citra Perusahaan

Dalam situasi kompetisi pasar tenaga kerja yang sangat ketat saat ini, proses rekrutmen dan seleksi (reksel) bukan lagi sekadar pencarian talenta terbaik untuk mengisi suatu posisi kosong, lebih jauh, proses reksel kini telah menjadi salah satu media penting untuk meningkatkan employer branding/corporate branding/ citra perusahaan di mata masyarakat.

Setiap tahap dalam proses reksel terdapat kesempatan bagi perusahaan untuk memperkenalkan culture, value, serta keunggulannya kepada masyarakat. Berseberangan dengan itu, ketika seorang kandidat mendapatkan perlakuan yang buruk dalam suatu proses reksel, hal ini dapat merusak citra perusahaan.

Oleh karena itu bagi perusahaan, selain mengedepankan pengalaman pelanggan (customer experience) dengan memberikan layanan terbaik untuk memenangkan hati customer.

Perlu juga candidate experience, yaitu memberikan pengalaman terbaik bagi para kandidat dalam proses seleksi. Karena dewasa ini hal tersebut memegang peranan penting dalam membangun citra positif perusahaan.

Dengan demikian, selain upaya untuk memperoleh kandidat terbaik melalui metode reksel yang akurat dengan penggunaan tools yang tepat dan fit sesuai kebutuhan organisasi, Human Capital Division juga dituntut untuk merancang pengalaman reksel yang dapat membangun corporate branding yang kuat di mata calon karyawan.

Sebagai interaksi pertama calon karyawan dengan perusahaan, pengalaman mengikuti suatu proses reksel yang baik dapat menciptakan kesan pertama yang melekat pada kandidat. Kandidat akan menilai perusahaan berdasarkan bagaimana mereka diperlakukan selama proses seleksi.

Perusahaan yang mampu menjaga profesionalisme dan transparansi akan memberikan image positif di mata kandidat sehingga employer branding yang positif akan terbentuk.

Hal ini sejalan dengan teori yang disampaikan oleh Backhaus dan Tikoo, yang menyatakan bahwa proses rekrutmen dan seleksi berfungsi sebagai sarana untuk membentuk citra positif perusahaan sebagai tempat kerja yang ideal. Interaksi yang terjadi selama proses seleksi adalah kesempatan pertama bagi perusahaan untuk memperkenalkan diri kepada calon karyawan, yang dapat menciptakan kesan mendalam tentang budaya dan nilai-nilai perusahaan.

Contoh nyata dapat ditemukan dalam beberapa situasi di mana calon karyawan mengalami proses seleksi yang tidak jelas atau tidak efisien. Misalnya, perusahaan mengundang kandidat untuk wawancara tanpa memberikan informasi yang cukup tentang posisi atau perusahaan itu sendiri.

Kandidat datang dengan harapan tinggi, namun merasa bingung karena tidak ada penjelasan yang terang mengenai tanggung jawab posisi yang dilamar atau nilai-nilai perusahaan. Proses yang tidak terstruktur seperti ini seringkali membuat calon karyawan merasa tidak dihargai.

Contoh situasi lain, ketika para interviewer menunjukkan perilaku tidak profesional dalam suatu proses wawancara, seperti merendahkan kandidat atau tidak serius menjalani wawancara, bergurau satu sama lain dalam platform Zoom Meeting tanpa mengindahkan kandidat. Hal ini tentu menunjukkan bahwa interviewer sebagai representasi perusahaan tidak profesional dalam melaksanakan tugasnya.

Sebaliknya, jika perusahaan memberikan informasi yang transparan serta bersikap profesional dalam setiap tahap seleksi, maka calon karyawan akan merasa dihargai. Pengalaman yang baik ini akan membentuk citra positif perusahaan di mata mereka dan meningkatkan kemungkinan mereka bergabung dengan perusahaan, bahkan jika mereka tidak diterima pada akhirnya.

Banyak perusahaan kini menyadari bahwa menarik talenta terbaik tidak hanya melulu tentang “uang” atau kompensasi benefit yang menggiurkan, namun juga tentang menyampaikan Employer Value Proposition (EVP) yang jelas. EVP adalah proposisi unik yang ditawarkan perusahaan kepada karyawan, seperti peluang pengembangan karier, work-life balance, fasilitas kesehatan yang baik, atau fasilitas menarik lainnya. EVP yang jelas dan mudah diakses dapat memperkuat citra perusahaan sebagai tempat yang baik untuk berkembang.

Namun, banyak perusahaan yang gagal mengkomunikasikan EVP ini dengan baik selama proses reksel. Padahal, jika informasi ini diberikan lebih awal dalam proses tersebut, kandidat akan lebih memahami nilai tambah yang ditawarkan perusahaan, sehingga membuat mereka lebih tertarik bergabung.

Teori Attraction-Selection-Attrition (ASA) Framework yang diperkenalkan oleh Schneider mengungkapkan bahwa perusahaan menarik kandidat berdasarkan kecocokan nilai dan budaya. Proses rekrutmen yang menekankan pada nilai-nilai perusahaan dan EVP yang jelas dapat menarik kandidat yang sesuai dengan budaya organisasi dan visi perusahaan.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pengalaman buruk selama proses reksel dapat berdampak negatif pada citra perusahaan. Misalnya, ketika perusahaan mengundang kandidat untuk wawancara dan kemudian membatalkannya di menit terakhir tanpa pemberitahuan yang memadai.

Contoh lain adalah perusahaan yang meminta calon karyawan untuk mengisi berbagai tes atau mengikuti wawancara panjang tanpa memberi kejelasan tentang hasil seleksi dalam waktu yang wajar. Banyak kandidat merasa frustrasi ketika mereka tidak mendapatkan umpan balik setelah mengikuti tahap seleksi.

Candidate Experience Theory yang dikemukakan oleh Kucherov dan Zhiltsova menekankan bahwa pengalaman yang diberikan kepada kandidat selama proses seleksi sangat memengaruhi persepsi mereka terhadap perusahaan.

Pengalaman yang buruk, seperti ketidakjelasan dalam komunikasi atau ketidakteraturan proses seleksi, dapat merusak citra perusahaan di mata calon karyawan dan memengaruhi keputusan mereka untuk bergabung dengan perusahaan tersebut.

Jangan lupakan juga tentang keberagaman dan inklusi yang semakin menjadi prioritas utama bagi banyak perusahaan di dunia ataupun Indonesia. Proses seleksi yang terbuka dan inklusif dapat memberikan kesan positif bagi calon karyawan, terutama bagi mereka yang peduli dengan keberagaman dan kesejahteraan sosial.

Jika perusahaan menunjukkan komitmen untuk memberikan kesempatan yang sama bagi semua calon tanpa memandang latar belakang ras, agama, atau jenis kelamin, hal ini akan memperkuat citra mereka sebagai perusahaan yang progresif dan peduli pada isu sosial.

Social Exchange Theory yang diperkenalkan oleh Blau mengusulkan bahwa hubungan yang baik antara perusahaan dan calon karyawan akan terbentuk melalui pertukaran yang saling menguntungkan.

Dalam konteks rekrutmen, perusahaan yang menerapkan kebijakan inklusi dan keberagaman dalam proses seleksi akan menciptakan hubungan yang saling menguntungkan dengan calon karyawan, meningkatkan citra perusahaan, dan menambah daya tarik mereka di mata kandidat.

Coba juga untuk memanfaatkan media sosial untuk meningkatkan branding perusahaan. Media sosial memainkan peran besar dalam membentuk citra perusahaan, terutama di Indonesia di mana platform seperti LinkedIn, Instagram, dan TikTok semakin populer.

Perusahaan dapat memanfaatkan media sosial untuk menunjukkan sisi manusiawi mereka, membagikan cerita sukses karyawan, serta mempromosikan keberagaman dan inklusi. Misalnya, perusahaan dapat membagikan kisah tentang kegiatan sosial perusahaan, pelatihan yang ditawarkan, atau bahkan testimonial dari karyawan yang berbagi pengalaman mereka bekerja di perusahaan tersebut.

Namun, meskipun media sosial bisa menjadi alat yang sangat efektif, perusahaan juga harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam pencitraan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Jika perusahaan terlalu fokus pada “memperindah” citra mereka di media sosial tanpa memberikan pengalaman yang sesuai di dunia nyata, maka ini justru bisa berdampak negatif.

Jadi, ayo! ciptakan hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dengan para calon karyawan potensial. Mulailah memanfaatkan proses rekrutmen seleksi sebagai sarana meningkatkan corporate branding perusahaan.

*Tulisan ini dimuat di SWA Online

Baca Juga

Ratu Eneng Kusumaningrat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *