Pemimpin “Micromanage” VS Pemimpin “Hands-off”

Pemimpin “Micromanage” VS Pemimpin “Hands-off”

Tampuk kepemimpinan silih berganti, baik dalam urusan kenegaraan maupun lingkup organisasi atau perusahaan, kaderisasi menjadi suatu keharusan. Namun, bagaimana kalau giliran kita yang dipercaya sebagai pemimpin? akan menjadi seperti apa kita saat memimpin sebuah unit kerja misalnya.

Menjadi seorang manajer untuk pertama kali, mungkin kita masih belum terbiasa bahkan yakin tentang seberapa banyak otonomi yang harus kita berikan kepada anggota tim. Apalagi sekarang zamannya bercampur antara WFH dan WFO, hal itu bisa membuat keseimbangan antara terlalu mengatur dan kurang mengatur semakin sulit, padahal bagi seorang manajer menemukan keseimbangan yang tepat antara mengatur dan memberikan otonomi kepada tim merupakan tantangan yang tidak bisa diabaikan.

Tanpa pengawasan langsung yang teratur, micromanagement telah meningkat bagi beberapa pemimpin, sementara yang lain terlalu lepas tangan membiarkan bawahannya berjuang sendiri. Bagaimanapun, kedua gaya kepemimpinan ini dapat menghasilkan bawahan yang frustrasi, tidak terlibat, atau bisa jadi akan pergi. Lalu bagaimana cara memahami ke arah mana kecenderungan kita sebagai pemimpin? mari simak artikel ini.

Bicara Micromanager, yakni mengawasi setiap detail, adalah tipe pemimpin yang merasa perlu mengawasi setiap aspek pekerjaan tim mereka. Pemimpin gaya ini ingin mengetahui setiap detail dan memastikan setiap tugas dilakukan dengan sempurna. Dalam situasi kerja jarak jauh, keinginan untuk mengontrol ini bisa menjadi semakin kuat karena keterbatasan pengawasan langsung. Menjadi micromanager memiliki dampak negatif yang signifikan. Bawahan bisa merasa tidak dipercaya, kehilangan rasa tanggung jawab, dan merasa terbebani dengan kontrol yang berlebihan. Hal ini dapat menyebabkan stres, rendahnya motivasi, dan bahkan turnover yang tinggi.

Adapun kalau pemimpin yang bergaya Hands-Off alias memberikan kebebasan penuh, ini kebalikannya dari micromanager. Di sini pemimpin terlalu lepas tangan, memberikan kebebasan penuh kepada tim tanpa panduan yang jelas. Meskipun niatnya baik, untuk memberikan kepercayaan dan otonomi, pendekatan ini bisa membuat tim merasa kebingungan dan tidak didukung. Tanpa arahan yang jelas, tim bisa kehilangan fokus, melewatkan tenggat waktu, dan kualitas pekerjaan menurun. Kurangnya komunikasi dan umpan balik dari pemimpin juga bisa membuat tim merasa terisolasi dan tidak terlibat.

Baca Juga

Jadi, kita harus bagaimana jika dipercaya menjadi pemimpin? Mari temukan keseimbangan yang tepat antara micromanagement dan hands-off, penting bagi kita sebagai pemimpin atau manajer untuk merenungkan gaya kepemimpinan dengan bertanya pada diri sendiri tiga pertanyaan berikut untuk memahami ke arah mana kita cenderung:

  1. Apakah fokus utama kita sebatas bagaimana terlihat sebagai pemimpin?

Jika kita lebih memikirkan bagaimana terlihat di mata tim daripada hasil akhir pekerjaan, kita mungkin cenderung menjadi micromanager. Pemimpin yang baik harus lebih fokus pada perkembangan dan hasil kerja tim mereka.

  1. Apakah kita selalu mengulang pekerjaan tim?

Jika kita sering merasa perlu mengulang pekerjaan tim, ini bisa menjadi tanda bahwa kita juga terlalu micromanage. Percayalah pada kemampuan tim dan berikan mereka ruang untuk belajar dari kesalahan.

  1. Apakah kim kita sering melewatkan tenggat waktu atau bergerak lambat?

Jika tim kita sering melewatkan tenggat waktu atau bergerak lambat, ini bisa menjadi indikasi bahwa kita terlalu lepas tangan. Berikan arahan yang lebih jelas dan umpan balik yang lebih sering.

Setelah memahami kecenderungan kita dalam memimpin, berikutnya adalah kita perlu strategi untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik, hal itu bisa dilakukan dengan:

  1. Berikan Arahan yang Jelas

Pastikan tim kita memahami tujuan dan harapan dengan jelas. Tetapkan tenggat waktu yang realistis dan pastikan semua anggota tim memahami peran dan tanggung jawab mereka.

  1. Percayai Tim

Berikan kepercayaan kepada tim untuk menyelesaikan tugas mereka tanpa harus selalu diawasi. Kepercayaan ini akan membangun rasa tanggung jawab dan otonomi yang lebih besar.

  1. Sediakan Umpan Balik yang Konstruktif

Berikan umpan balik secara teratur dan konstruktif. Fokus pada apa yang telah dilakukan dengan baik dan area di mana mereka bisa meningkatkan.

  1. Jadilah Tersedia

Meskipun penting untuk memberikan otonomi, pastikan kita sebagai pemimpin tetap tersedia untuk memberikan dukungan dan arahan ketika dibutuhkan.

  1. Evaluasi dan Sesuaikan

Secara teratur evaluasi gaya kepemimpinan kita dan dampaknya terhadap tim. Bersiaplah untuk menyesuaikan pendekatan berdasarkan kebutuhan dan feedback dari tim.

Dengan memahami kecenderungan dan menerapkan strategi yang tepat, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang mendukung, produktif, dan memotivasi bagi tim. Ingatlah bahwa kepemimpinan yang efektif adalah tentang menemukan keseimbangan yang tepat antara mengarahkan dan memberikan kebebasan, serta selalu terbuka untuk umpan balik dan penyesuaian.

Selamat berefleksi!

Komunikasi Korporat

Leave a Reply

Your email address will not be published.