Koopetisi: Berkawan dengan Lawan
Tak ada lawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan. Seringkali kita mendengar pepatah itu dalam diskusi politik tanah air. Namun nyatanya, adagium itu tak hanya berlaku di dunia politik, dalam praktik bisnis sehari-hari juga demikian. Berkawan dengan lawan bukanlah satu hal yang tabu. Karena untuk mengejar satu kepentingan, kadang lawan harus digandeng dengan segala dinamika dan tantangannya. Karena itu dalam bisnis, kompetisi adalah hal yang wajar, pada satu masa bisa saja kita harus berkolaborasi dengan para kompetitor untuk memenangkan kompetisi yang lebih besar lagi. Itulah yang disebut dengan istilah Koopetisi
Istilah koopetisi mulai muncul sejak tahun 1990-an untuk menggambarkan kombinasi antara kolaborasi dan kompetisi dalam sebuah iklim bisnis. Konsep ini menekankan bahwa lingkungan di mana bisnis dan individu dapat bekerja sama dalam berbagai bidang usaha sambil tetap bersaing di bidang lainnya. Dalam koopetisi, pihak yang sebelumnya dianggap saling bersaing dapat menemukan cara untuk bekerja sama dan membantu satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama. Entah itu koopetisi di level korporasi maupun di level pelaksana fungsional dan manajerial.
Banyak ahli yang menekankan bahwa faktor utama untuk melakukan koopetisi dalam sebuah iklim bisnis sangat bergantung pada rasa percaya kedua belah pihak. Walau dalam semangat berkompetisi, pihak yang terlibat dalam koopetisi juga harus memiliki level kepercayaan yang sama. Modal koopetisi bukan hanya soal adanya kepentingan yang sama, namun juga harus dilandasi pada rasa percaya pada kompetensi dan kapabilitas yang tersedia.
Keberhasilan koopetisi bergantung pada kemampuan perusahaan untuk menemukan area di mana kerjasama dapat bermanfaat sambil mempertahankan dan memanfaatkan keunggulannya. Sehingga sumber daya internal perusahaan yang menjadi keunggulan bersaing tetap harus dijaga dan dipertahankan agar koopetisi tetap bisa berjalan. Di sinilah penekanan perspektif resource-based view menjadi sebuah kajian yang perlu dipikirkan secara matang.
Teori Resource Based View (RBV) yang diinisiasi oleh Barney (1991) menekankan bahwa, keunggulan bersaing sebuah perusahaan harus menerapkan empat karakteristik utama yaitu Valuable, Rare, Imperfectly imitable, dan Non-Substitutable (VRIN). Sebuah keunggulan bersaing harus bernilai (valuable) di tengah pasar. Unik saja tidak cukup, tapi keunikan dari sebuah perusahaan atau tampilan produk juga harus bernilai di mata konsumen yang menjadi targetnya.
Lalu, keunggulan bersaing harus langka (rare), bukan sesuatu yang sudah banyak ditemukan di tengah masyarakat. Kemudian, keunggulan bersaing yang langka tersebut juga harus sulit untuk ditiru (imperfectly imitable). Semakin sulit keunggulan ditiru oleh orang lain, maka semakin baik bisnis akan bisa berlanjut. Sehingga, karakteristik terakhir dari keunggulan bersaing itu ialah tak tergantikan (non-substituable).
Baca Juga
- Quiet Quitting Pasca Lebaran: Merajut Ulang Hubungan dengan Karyawan
- Workation, Peluang Menjanjikan bagi Bisnis Pariwisata
Apapun yang menjadi keunggulan bersaing harus bermakna sehingga tak bisa tergantikan dengan hadirnya kompetitor atau bahkan lawan potensial. Konsep VRIN menjadi asesmen strategi untuk memastikan bahwa kapabilitas organisasi bisnis memang memiliki keunggulan bersaing untuk bisa eksis di tengah pasar.
Jika Sudah Unggul, Kenapa Masih Perlu Berkawan dengan Lawan?
Keunggulan bersaing kadang masih belum cukup untuk memenangkan kompetisi. Kadang untuk mempertahankan keunggulan tersebut, koopetisi justru dibutuhkan. Misalnya, maskapai penerbangan perlu melakukan koopetisi dalam sebuah aliansi untuk bisa berbagi layanan karena keterbatasan jalur penerbangan yang akan dilayani pada satu waktu.
Jika bukan karena berkolaborasi dengan maskapai kompetitornya, bisa saja sebuah maskapai akan kehilangan kepercayaan pelanggan karena menolak penjualan tiket atau melayani penerbangan dengan maskapai miliknya. Namun dengan adanya koopetisi melalui code sharing pelayanan maskapai, maka tak aneh jika kita bisa memesan satu tiket maskapai tapi penerbangannya menggunakan maskapai lain karena berada dalam satu aliansi penerbangan internasional.
Begitulah koopetisi dalam dunia bisnis. Demi mencapai kepentingan tujuan bisnis, maka koopetisi menjadi salah satu alternatif agar tetap relevan dengan perkembangan pasar. Koopetisi bukan sebuah kemunduran atau kesalahan manajerial, tapi itu adalah sebuah strategi untuk menguasai ceruk pasar yang lebih luas dan penuh peluang. Tapi perlu diingat, keunggulan bersaing perlu terus dijaga dan dipertahankan. Jangan sampai, koopetisi justru menjadi pintu masuk untuk akuisisi.
Jadi, bijaklah dalam menggunakan strategi!
*Tulisan ini dimuat di SWA Online