Ketidakpastian Pasokan dan Permintaan, Masalah Utama di Perusahaan?

Ketidakpastian Pasokan dan Permintaan, Masalah Utama di Perusahaan?

Beberapa hari yang lalu, penulis terlibat dalam diskusi sebuah perusahaan yang bisa dikategorikan sebagai Startup. Perusahaan yang terbilang masih baru dan sedang dalam pencarian jatidiri bisnis terbaiknya.

Peran perusahaan ini adalah pemasok bahan baku makanan. Dalam sistem rantai pasok, perusahaan ini menjadi penghubung antara produsen pasokan dan pengolah pasokan tersebut. Petani, peternak, dan pedagang pasar merupakan contoh produsen pasokan perusahaan ini. Sementara rumah makan dan produsen bumbu makanan menjadi contoh pengolah pasokan. Produk yang ditawarkan mulai dari sayuran, buah-buahan, hasil olahan dalam kaleng, daging, sampai hasil laut. Tidak jarang pengolah pasokan dapat sekaligus menjadi produsen pasokan.

Diskusi diawali dengan pembahasan ketidakpastian pasokan dan permintaan. Perusahaan ini diisi dengan talenta-talenta muda penuh semangat dan berorientasi solusi, khususnya pada masalah ketidakpastian. Meskipun mereka menyadari bahwa akan selalu berhadapan dengan ketidakpastian di kedua sisi dan tidak mudah mengendalikannya, namun mereka optimis mendapatkan manfaat positif dari ketidakpastian yang ada.

Ketidakpastian dari sisi produsen pasokan, meskipun belum diteliti dengan detail, dikatakan karena banyak bergantung pada kondisi alam. Oleh karena itu selagi ada pasokan, perusahaan akan mengambilnya untuk meminimalkan risiko kehabisan. Ketidakpastian dari pengolah pasokan dikatakan karena terpengaruh dari naik turunnya permintaan pengguna akhir produk jadi makanan. Perusahaan bergantung pada permintaan pengolah pasokan dengan sedikit ruang negosiasi.

Dampak negatif ketidakpastian yang terlihat nyata adalah terlalu banyak sediaan (stok) produk di perusahaan. Sesuai dengan karakteristik makanan, stok ini memiliki waktu guna yang cukup pendek. Meskipun waktu simpan bisa diperpanjang namun membutuhkan upaya/ biaya yang tinggi. Tetap saja ada banyak stok yang berujung pada kategori ”tidak layak pakai”.

Tumpukan stok terjadi ketika jumlah pasokan yang dimiliki lebih banyak dari jumlah permintaan. Dalam kenyataannya, penentuan jumlah pasokan tidak hanya berdasarkan perkiraan permintaan saja. Penentuan jumlah pasokan juga dipengaruhi oleh tawaran potongan harga apabila membeli dalam jumlah besar. Seringkali jumlah pasokan yang diambil tidak mampu diserap semuanya oleh pengolah pasokan.

Mungkin akan timbul pertanyaan mengapa tidak mengurangi jumlah pasokan dan tidak mendapatkan potongan harga, setidaknya itu yang penulis tanyakan. Ternyata situasinya cukup rumit karena terkait dengan Harga Pokok Penjualan (HPP), yang dianggap sebagai komponen penting di perusahaan ini.

Secara mudah HPP digambarkan sebagai total pengeluaran untuk mendapatkan produk yang nantinya dijual kepada pelanggan. Perusahaan mampu menjual produk dengan harga rendah apabila HPP dapat ditekan. Ketidakmampuan menekan HPP menimbulkan ketidakmampuan perusahaan menjual produk dengan harga yang bersaing. Salah satu upaya menekan HPP adalah dengan melakukan pembelian pasokan dalam jumlah besar dan meminta potongan harga kepada produsen pasokan. Permasalahan akan timbul ketika pengolah pasokan tidak memiliki permintaan sebanyak pasokan yang telah didapat.

Sampai disini tergambar situasi di mana perusahaan mampu memengaruhi pasokan namun tidak dengan permintaan. Berdasarkan informasi yang didapat, setidaknya ada dua upaya yang penulis pikir bisa dilakukan oleh perusahaan:

1.Berlakukan saling berbagi kemanfaatan pembelian jumlah besar antar produk

Kita tahu perusahaan ini memiliki produk yang cukup beragam. Jadikan hal tersebut sebagai kekuatan namun jangan berharap semua produk dapat diberlakukan sama. Beberapa produk dengan permintaan besar segera dibeli dengan potongan harga, kalau perlu dengan kontrak di depan. Produk ini otomatis memiliki harga yang bersaing. Beberapa produk dengan permintaan yang kurang stabil hanya dibeli secukupnya. Untuk produk kategori ini lebih memperhatikan kemampuan beli pengolah pasokan daripada HPP.

Apakah perusahaan bisa untung kalau tidak membeli murah? Kemungkinan bisa asal perusahaan tidak mengharapkan keuntungan dapat berasal dari semua produk. Petakan pasokan yang dapat dibeli banyak dengan harga rendah dan yang dibeli hanya berdasarkan permintaan. Berlakukan lintas manfaat/nilai penjualan antar produk untuk menentukan tingkat keuntungan. Upaya ini cenderung untuk menggunakan keseimbangan dibanding menggunakan perhitungan HPP.

Misalnya produk A  memiliki selisih harga jual dan harga beli adalah Rp50,00 dengan permintaan 100 unit. Produk B memiliki selisih -Rp30,00, karena kemampuan beli di bawah harga beli, dengan permintaan 50 unit. Total keuntungan yang diperoleh masih positif, Rp3.500,00.

2.Ciptakan pasar yang dapat menyerap pasokan sebanyak-banyaknya

Upaya kedua ini lebih kepada keluar dari area nyaman perusahaan. Ketika perusahaan ini tidak mampu bernegosiasi peningkatan jumlah pasokan, sebaiknya mulai berpikir membentuk produk baru atau mencari pasar baru. Perusahaan diharapkan tidak lagi hanya menjual pasokan namun juga mampu memberikan nilai tambah pada pasokan yang ada, memperbesar peluang penyerapan pasokan.

Upaya ini dapat berdampak pada perubahan model bisnis perusahaan. Kompetensi dan keahlian baru akan dibutuhkan yang tentunya tidaklah mudah dan murah. Hasilnya lebih kepada jangka panjang dan tidak untuk dirasakan dalam jangka pendek. Misalnya mulai membuat unit bisnis yang memanfaatkan stok berlebih dari pasokan.

Perusahaan ini sebaiknya tidak mengharapkan keuntungan dari semua produk namun buatlah semua produk dapat berkontribusi secara optimal dan tidak ada yang masuk dalam kategori ”tidak layak pakai”. Perusahaan merupakan sebuah sistem di mana total keuntungan yang optimal bukanlah berasal dari penjumlahan hasil tindakan menyerap pasokan dan mendapatkan HPP rendah di setiap produknya. Tiap produk mungkin membutuhkan tindakan yang berbeda dan jangan berharap semuanya perlu dioptimalkan.

”The sum of local optima is not equal to the global optimum” (Goldratt, Theory of Constraints)

*Artikel ini tayang di SWA Online

Alain Widjanarka

Leave a Reply

Your email address will not be published.