Ke Mana Sisa Produk Vaksinasi Dibuang?

Ke Mana Sisa Produk Vaksinasi Dibuang?

Sampai dengan awal Februari 2022, tercatat sudah ada 10,14 miliar dosis vaksin Covid-19 disuntikkan ke tubuh manusia (University of Oxford, 2022). 61,2% penduduk dunia sudah menerima dosis pertama. Data dari covidvax memperkirakan kecepatan vaksinasi sebanyak 253,9 vaksin per detik, atau sekitar 21,9 juta vaksinasi per hari.

Keinginan semua pihak untuk mempercepat vaksinasi pertama, kedua, ketiga -bahkan mungkin untuk vaksinasi keempat, kelima, dan keenam sampai pandemi selesai-, ditambah dengan jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 masih tinggi, ini berarti akan terus ada penambahan limbah vaksinasi dengan tingkat (rate) penambahan yang tinggi dan konsisten.

Tantangannya bukan lagi bagaimana mengirim vaksin dan peralatan medis ke setiap penjuru negeri, tapi juga bagaimana menarik kembali sisa-sisa produk yang sudah tidak dipakai lagi (reverse logistic)?

Menurut data WHO, selama Maret 2020 sampai November 2021, limbah buangan (waste) dari vaksinasi ini terdiri dari jarum suntik (144.000 ton), alat tes seperti PCR (26.000 ton), alat pelindung diri tenaga kesehatan (87.000 ton), dan masker yang tidak terpakai lagi (59.000 ton). Total paling tidak ada 316.000 ton limbah vaksinasi, atau setara berat dari 1.580 Paus sebagai hewan terbesar.

Di Indonesia sendiri, menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), limbah medis Covid-19 tidak boleh dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang menampung sampah dari kebutuhan hidup sehari-hari. Ini disebabkan karena penggunaan produk dan peralatan untuk vaksinasi masih dapat menularkan virus setelah tidak digunakan lagi, sehingga butuh penanganan khusus untuk pemusnahannya.

Informasi dari Kementerian LHK, limbah vaksinasi harus dimasukkan ke plastik atau kardus dan ditutup rapat. Tujuannya agar tidak menyebarkan virus selama proses pengiriman limbah ke lokasi pemusnahan, dan aman bagi tenaga pengangkut limbah tersebut, misalnya tidak ada risiko tertusuk jarum suntik selama mengangkut kardus.

Kementerian LHK bekerja sama dengan 20 perusahaan pengolahan limbah medis yang beroperasi 24 jam dan dengan 12 pabrik semen untuk memusnahkan limbah medis. Pemusnahan limbah medis ini dilakukan pada suhu 800 derajat celcius agar sisa limbah ini hanya berbentuk debu saja, sehingga menjamin tidak ada penularan virus dari limbah vaksinasi.

Kita lihat bahwa karakter produk sisa ini sebenarnya mirip, yaitu semua harus segera dimusnahkan, tidak bisa didaur ulang, harus segera dikirim ke tempat pemusnahan setelah digunakan, membutuhkan kemasan (packaging) yang serupa (plastik, kardus), dan karakter fisik dan kimianya tidak memerlukan pemisahan dan penyekatan khusus dalam hal lokasi penyimpanan di dalam moda transportasi (misalnya kardus berisi jarum suntik dapat ditempatkan di truk yang sama dengan kardus masker yang sudah tidak digunakan).

Kondisi-kondisi ini mendukung strategi konsolidasi proses pengiriman menuju lokasi pemusnahan dari berbagai produk dan dari berbagai lokasi layanan kesehatan. Ditambah juga dengan syarat pengemasan (packaging) yang serupa tadi, artinya biaya pengiriman limbah vaksinasi menuju lokasi pemusnahan dapat diefisienkan.

Kita perlu belajar dari pengalaman pandemi Covid-19 untuk menghadapi pandemi berikutnya, dan secara luas menghadapi bencana alam, agar terus memperhatikan kelestarian daya dukung alam. Semua pihak mendorong pengolahan yang ramah lingkungan untuk semua produk sisa yang telah dikonsumsi, sekaligus mendesain proses logistik yang efisien.

Produk yang mendukung kelestarian alam ini perlu dirancang sejak tahap desain produk (product design) agar produk pelayanan kesehatan (seperti alat pelindung diri) dan kemasannya (plastik, kardus) dapat disediakan oleh industri sejenis yang ada, misalnya dengan mengalihkan produksi pakaian jadi ke produksi alat pelindung diri, menambah jam kerja pabrik kemasan.

Dengan demikian, kita tidak perlu melakukan investasi dari awal untuk menambah output produk tersebut. Tentunya diperlukan modal awal, seperti mempersiapkan keterampilan tenaga kerja untuk memproduksi produk berbeda atau menambah output secara drastis, dan standarisasi kerja pabrik dalam memenuhi persyaratan spesifikasi khusus dari alat pelindung diri dan kemasan kardus.

Dengan berbagai usaha di atas, kita sebenarnya sedang mewujudkan beberapa tujuan United Nations Sustainable Development Goals, yaitu:

  • Goals 9 Industry, Innovation, and Infrastructure.

Mewujudkan inovasi desain produk dari berbagai industri infrastruktur reverse logistic yang efisien.

  • Goals 13 Climate Action.

Menjaga iklim dunia melalui strategi pengalihan produksi dari industri yang sudah ada, sehingga tidak dibutuhkan pembangunan pabrik baru.

  • Goals 17 Partnerships for the goals.

Membuka potensi kolaborasi antara Pemerintah (melalui Kementerian) dan industri.

*Tulisan ini dimuat di SWA Online

Ricky Virona Martono

Leave a Reply

Your email address will not be published.