Jangan Tunda Pengembangan Karyawan Selama Pandemi
Hanya beberapa bulan setelah pandemi Covid-19 datang, krisis ekonomi langsung menyertai. Secara umum, beban kerja organisasi/perusahaan selama krisis menurun karena berkurangnya sales (penjualan) atau menurunnya jumlah produk kita yang dibeli konsumen. Akibatnya, perusahaan segera mengambil tindakan untuk mengurangi pengeluaran demi mempertahankan cash flow (arus kas).
Salah satu tindakan dalam mengurangi pengeluaran adalah dengan menunda, atau bahkan menghapus biaya pengembangan keterampilan dan keahlian karyawan. Secara teknis, langkah ini mudah dilaksanakan dan terlihat secara langsung, menampakkan sejumlah biaya yang dikurangi, seakan-akan arus kas perusahaan dengan cepat menjadi lebih sehat.
Contoh pengembangan karyawan adalah pelatihan di lembaga eksternal organisasi/perusahaan agar karyawan memperoleh pandangan dan pengalaman baru dari pengajar dan peserta pelatihan, mengetahui cara baru dalam menerapkan sebuah konsep, sekaligus sebagai bentuk dukungan dari pimpinan organisasi.
Meski tidak mudah mengambil keputusan untuk menunda pengembangan karyawan dan banyak pertimbangan yang sudah dihitung masak-masak, namun pertanyaannya adalah, bagaimana sebenarnya peran biaya pengembangan karyawan selama pandemi?
Mari kita perhatikan beberapa pandangan berikut. Pertama, menunda atau bahkan menghapus biaya pengembangan karyawan memang merupakan langkah yang paling cepat dan mudah untuk dilakukan. Karakter dari strategi ini adalah pengurangan pengeluaran yang nampak langsung, orientasi pada internal perusahaan, dan tidak ada manfaat karena keahlian karyawan justru menjadi stagnan. Menurut Bragg (2010), strategi pengurangan biaya (cost reduction) ini termasuk dalam level Cost Reduction paling rendah, yang disebut dengan Cost Cutting.
Selain menyebabkan keahlian karyawan stagnan selama periode krisis, strategi ini dapat menimbulkan dampak negatif pada kepercayaan karyawan kepada organisasi dan menurunnya rasa keterikatan (engagement) antara karyawan dengan organisasi.
Pentingnya pengembangan karyawan tetap dijalankan di masa pandemi (dan krisis ekonomi) adalah agar keahlian karyawan terus diasah dan ditingkatkan. Secara akumulasi dari pengembangan karyawan adalah organisasi/perusahaan terus mempertahankan competitive advantage-nya dalam jangka panjang.
Kedua, manfaat dari pengembangan karyawan di masa krisis adalah untuk mempertahankan produktivitas karyawan, terlebih ketika krisis muncul tidak ada seorangpun yang tahu kapan krisis akan berlalu. Relakah perusahaan untuk mengorbankan produktivitas karyawan sampai jangka waktu yang tidak seorangpun tahu?
Pentingnya pengembangan karyawan tetap dijalankan di masa pandemi (dan krisis ekonomi) adalah agar keahlian karyawan terus diasah dan ditingkatkan. Secara akumulasi dari pengembangan karyawan adalah organisasi/perusahaan terus mempertahankan competitive advantage-nya dalam jangka panjang.
Kedua, manfaat dari pengembangan karyawan di masa krisis adalah untuk mempertahankan produktivitas karyawan, terlebih ketika krisis muncul tidak ada seorangpun yang tahu kapan krisis akan berlalu. Relakah perusahaan untuk mengorbankan produktivitas karyawan sampai jangka waktu yang tidak seorangpun tahu?
Dalam konsep produktivitas, justru di saat krisis adalah saat terbaik untuk pengembangan keterampilan dan keahlian karyawan, Hal ini karena secara umum beban kerja turun dan salah satu cara untuk mengisi hilangnya beban kerja tersebut adalah dengan pelatihan karyawan. Dengan demikian, otak karyawan tetap terasah.
Harapan paling jauh adalah ketika krisis berlalu, “pisau” dari organisasi tetap tajam, sementara banyak orang lain yang baru saja “sembuh” dari hantaman krisis. Sehingga ketika krisis berlalu, organisasi dan karyawan lebih siap melaju kencang dibanding organisasi/perusahaan lain.
Ketiga, manfaat pengembangan karyawan yang terus dijalani selama krisis menunjukkan kepedulian organisasi kepada karyawannya agar terus berpikir positif dalam menghadapi krisis. Dampaknya adalah loyalitas karyawan terus dipertahankan dan organisasi/perusahaan mampu mempertahankan loyalitas karyawan-karyawan terbaiknya (retaining talent).
Keempat, dalam kondisi apapun, organisasi/perusahaan perlu selalu melihat bahwa pengembangan karyawan ini adalah sebuah investasi, bukan biaya. Investasi berarti ada pengorbanan yang kita lakukan hari ini demi hasil yang jauh lebih bermanfaat di masa mendatang dalam jangka panjang, bukan jangka pendek. Bukan tidak mungkin hasil investasi ini terasa ketika organisasi/perusahaan -setelah krisis berlalu- mampu “menebus” kekurangan pendapatan saat krisis dengan cepat. Tentunya investasi perlu diperhitungkan masak-masak. Begitu juga pelatihan karyawan selama krisis perlu dipertimbangkan agar keterampilan yang diasah ini akan bermanfaat jauh ke depan, yaitu setelah krisis berlalu, saat “menebus” kekurangan pendapatan, bahkan saat organisasi/perusahaan dihadapkan kembali dengan krisis berikutnya.
*Tulisan ini dimuat di SWA Online