Integrasi AI dalam Proses Bisnis, Keuntungan dan Tantangannya
Belum lama ini jagad maya digemparkan dengan munculnya ChatGPT, sebuah chatbot berbasis AI (artificial intelligence) yang mampu melakukan perbincangan layaknya manusia berotak super yang seakan serba tahu. Chatbot ini buah pengembangan language model berkemampuan besar besutan perusahaan OpenAI yang boleh dibilang paling powerful saat ini. Language model adalah mesin pembelajaran yang dapat menyajikan serangkaian prediksi kata dengan menganalisis teks dalam sebuah bank data. Sejak dirintis tahun 2018, OpenAI menjadi pionir dalam pengembangan artificial intelligence (AI) dan model Natural Language Processing (NLP).
Kegemparan ini makin seru manakala situs chatbot ini mampu meraup jutaan pengguna hanya dalam waktu sangat singkat dan terus bertambah dengan pesat. Konsultan data Similarweb mencatat ChatGPT mendapatkan 100 juta pengguna hanya dalam waktu dua bulan sejak diluncurkan dan menerima 590 juta kunjungan ke portalnya selama bulan Januari saja di tahun 2023. Belum pernah terjadi dalam era internet suatu euforia pengguna hingga sebesar ini. Sebagai bandingan saja, Instagram membutuhkan waktu 2 tahun dan Tiktok pun harus menunggu 9 bulan untuk mencapai pengguna hingga 100 juta orang.
Persaingan pun terjadi. Microsoft atau OpenAI dengan ChatGPT tidak berlaga sendirian. Google meluncurkan Bard, sesama chatbot AI berbasis LaMDA (Language Model for Dialogue Application). Baidu pun dikabarkan segera meramaikan kancah ini dengan chatbot yang kabarnya lebih powerful dari ChatGPT.
OpenAI terus melaju dengan merilis API (application programming interface) yang memungkinkan integrasi ChatGPT dengan berbagai aplikasi, produk, website dan layanan pihak ketiga. Integrasi chatbot ini pun telah dirintis dengan search engine dari si induk Microsoft yaitu Bing, yang akan menjadikannya kombinasi bantuan pintar yang luar biasa. Integrasi AI nampaknya akan terus dilakukan tidak hanya dalam platform chatbot tetapi juga dengan aplikasi lainnya termasuk search engine, multimedia, desain grafis dan sebagainya.
Chatbot AI sebagai Knowledge Assistant.
Makhluk apa sebenarnya chatbot berbasis AI semacam ChatGPT ini? Chatbot AI merupakan varian dari program AI yang didesain khusus untuk aplikasi berbentuk chat. Program ini menggunakan algoritma deep learning dan jaringan neural untuk dapat memahami bahasa manusia dan memberikan tanggapan yang relevan dan tepat. Publik pun bertanya-tanya seberapa hebat chatbot dengan kecerdasan buatan semacam ini?
Untuk diketahui saja, ChatGPT berhasil lolos ujian kedokteran nasional di Amerika Serikat, juga lolos ujian coding untuk lamaran kerja insinyur teknik dengan standar gaji setara 230 juta rupiah per bulan, bahkan chatbot ini bisa diminta menulis cerita fiksi ratusan halaman sesuai keinginan pengguna.
Kalau Anda mencoba berinteraksi dengan chatbot AI ini, seakan Anda sedang mengobrol dengan seorang manusia berotak super yang ahli di segala bidang. Hal ini dikarenakan chatbot AI seperti ChatGPT ini merupakan model progam bahasa berskala besar dengan kecerdasan buatan yang dilatih untuk menghasilkan percakapan teks layaknya manusia.
Chatbot ini dapat melakukan berbagai tugas pemrosesan bahasa alami seperti menjawab pertanyaan, mengarang, memberikan dasar argumentasi, meringkas, menerjemahkan. Teks yang dihasilkan sebagaimana dari hasil pemikiran manusia super cerdas yang koheren, relevan dan kontekstual. Chatbot AI bisa menjawab pertanyaan secara spesifik dan berjenjang. Jawaban yang diberikan bukan sekadar informatif atau deskriptif yang ditanyakan oleh pengguna melainkan informasi yang bisa diperdalam agar lebih relevan dengan kebutuhan pengguna.
Anda mungkin sudah pernah banyak berinteraksi dengan chatbot, misalnya saat menghubungi call center melalui jalur chat. Namun itu hanya satu dari sekian banyak turunan dari sistem AI yang diaplikasikan dalam bentuk chat. Chatbot AI memiliki kemampuan mencerdaskan diri, dilatih atau diprogram untuk belajar melalui interaksi dengan pengguna.
AI, Bantuan Pintar untuk Bisnis dan Manajer.
Dalam penggunaannya saat ini, chatbot AI seperti ChatGPT, LaMBDA dan sebagainya berfungsi sebagai knowledge assistant atau alat bantu pintar. Salah satu segmen pengguna chatbot AI adalah para profesional/manajer yang akan bisa menangguk manfaat potensial dari penggunaan fitur-fiturnya dalam membantu efektivitas pekerjaan mereka atau bahkan mengubah cara mereka bekerja.
Dengan pengembangan yang menerus dalam mekanisme berpikirnya, chatbot akan bisa digunakan membantu berbagai bidang fungsi manajemen dalam perusahaan Anda. Berbagai area manajerial bisa dibantu, seperti layanan pelanggan, upaya efisiensi operasional, upaya memahami perilaku konsumen, strategi pemasaran, dan fungsi-fungsi manajemen lainnya yaitu di bidang human resources dan keuangan.
Integrasi chatbot AI ke dalam proses dan fungsi manajemen berpotensi membawa manfaat yang besar. Di antara keuntungan penggunaan chatbot AI antara lain dalam fungsi operasional yaitu dari penghematan biaya, keandalan kerja karena senantiasa siaga 24 jam, kemampuan mengelola kapasitas volume kerja yang besar, fleksibilitas untuk mengelola bermacam pekerjaan, hingga kemampuan pengenalan dan penggunaan hampir semua bahasa di dunia.
Dalam fungsi pemasaran, integrasi ini bisa memberi dampak menguntungkan dalam layanan pelanggan yang lebih unggul, respons ke pelanggan yang jauh lebih konsisten dan akurat dengan berkurangnya human error, analisis pasar dan konsumen yang andal, hingga personalisasi konsumen menggunakan informasi pelanggan dan data kontekstual.
Perusahaan bisa menerapkan integrasi chatbot AI sebagai “konsultan” atau layanan operasional maupun customer service yang sangat efisien. Ibarat perusahaan sedang menyewa seorang konsultan yang andal bekerja 24 jam dengan overhead cost yang rendah, biaya infrastruktur yang kecil karena berbasis cloud, tidak perlu investasi besar pada proses training yang panjang untuk memahami apa yang harus dikerjakan, respons instan dan akurat kepada pelanggan, dan kesalahan yang kecil dan terus mengecil karena sistem AI yang mampu belajar dan memperbaiki kesalahan dengan cepat.
Manakala chatbot AI ini dipekerjakan dalam sistem customer relationship management (CRM) untuk meningkatkan engagement dan loyalitas pelanggan, maka efektivitas upaya ini akan bisa mencapai titik tertingginya. Kemampuan personalisasi chatbot AI terhadap pelanggan didukung berbagai kemampuan di belakangnya. Antara lain, data kontekstual yang dimiliki dalam memory cloud-nya yang menjadi aset berupa rekaman sejarah transaksi, preferensi, perilaku browsing dan shopping dari konsumen.
Pertimbangan Mengintegrasikan AI
Pelaku bisnis dan kaum profesional disarankan tidak mengintegrasikan AI sebelum memastikan hal-hal penting yang perlu dipertimbangkan. Pertimbangan-pertimbangan di bawah ini bersifat umum, yang berlaku untuk kebutuhan integrasi AI dalam berbagai platform, tidak hanya dalam platform chat berbasis AI.
Memahami AI
Sebelum perusahaan mengadopsi, yang harus dilakukan adalah memahami bagaimana AI bekerja. Pemahaman ini perlu dipastikan dimiliki atau diberikan kepada tokoh-tokoh kunci di dalam perusahaan dan juga kepada pihak-pihak yang akan terlibat dalam proses kerja yang mengintegrasikan AI.
Beberapa hal penting yang perlu diberikan sebagai pemahaman mengenai AI adalah, pertama, bagaimana proses kerja AI itu sendiri. Proses kerja AI bergantung pada algoritma yang diprogramkan. Di masa lalu AI diprogram dengan menetapkan aturan-aturan atau algoritma tertentu yang diprogramkan manusia ke dalam komputer. Dalam perkembangannya hingga saat ini, Ai di program dengan algoritma yang berbeda seperti deep reinforcement learning seiring dengan kemampuan pemrosesan data yang makin maju.
Kedua, para stakeholder yang akan terlibat di dalam proses kerja dengan AI mengetahui batas-batas kemampuan AI dan kemampuan manusia. Hal-hal yang berkenaan dengan imajinasi dan inovasi adalah yang menjadi keunggulan manusia dibandingkan AI. Pekerjaan selain dari kedua hal tersebut, yaitu imajinasi dan inovasi, seiring berjalan waktu akan semakin besar kemungkinannya untuk “diserahkan” ke AI.
Ketiga, mereka perlu memahami cara kita bekerja atau berinteraksi dengan AI. Yang terakhir, dibutuhkan pemahaman berbagai tingkat AI dan platform yang dibutuhkan atau yang tepat untuk diintegrasikan ke dalam proses organisasi. Contoh salah satu platform adalah seperti yang dibahas di awal yaitu dalam bentuk chatbot, di samping platform-platform terintegrasi AI lainnya seperti multi-media, desain, dan sebagainya.
Kebutuhan Organisasi
Sebagaimana umumnya proses adopsi teknologi baru, selalu ada isu rasa takut atau euforia yang berlebihan. Cepat atau lambat AI akan merambah ke hampir semua elemen dan proses bisnis. Rasa takut untuk mengadopsi AI bahkan harus segera dikikis. Di sisi lain keputusan untuk mengadopsi AI semestinya juga tidak dilandasi oleh euforia ataupun sekadar untuk kebutuhan pencitraan.
Umumnya integrasi AI ditujukan untuk mempercepat proses atau sistem kerja. Dengan demikian salah satu prasyarat untuk menerapkan AI adalah adanya kebutuhan meningkatkan kinerja dari sistem yang sudah berjalan di dalam perusahaan, yang pada akhirnya akan berdampak positif pada parameter-parameter bisnis seperti penjualan, profitabilitas, kecepatan dan ketepatan rantai pasok, kepuasan konsumen, dan sebagainya.
Data dan Budaya
Setelah memastikan adanya sistem atau proses kerja yang membutuhkan hal penting yang harus dipastikan adalah adanya data yang menjadi input untuk sistem AI.
No data, no AI. AI berfungsi melalui pengolahan data untuk dapat memberikan solusi secara otomatis. Semakin banyak data tersedia semakin baik, akurat dan lengkap solusi yang bisa diberikan oleh sistem AI. Secanggih apapun AI yang diintegrasikan, tanpa asupan data langkahnya ibarat timpang dan bantuan atau solusi yang diberikan tidak maksimal.
Sudah barang tentu data tidak dapat diperoleh hanya dengan sistem informasi yang tersedia dengan baik namun perlu ada pembudayaan data di dalam organisasi. Perusahaan perlu melakukan internalisasi budaya untuk menerapkan data generation, data maintenance, data mining, data dissemination ke unit-unit yang saling terkait, hingga budaya merespons berbagai informasi secara lintas fungsi di dalam organisasi.
Skala Bisnis Tertentu
Penggunaan dan integrasi AI ke dalam proses bisnis akan melibatkan investasi yang besar, baik biaya maupun waktu. Untuk itu pelaku bisnis dan manajer perlu berhitung dengan cermat sebelum memutuskan adopsi AI ke dalam sistem bisnisnya. Bisnis dengan skala terlalu kecil relatif akan mengalami lebih banyak kesulitan untuk membayar kembali investasi adopsi AI yang tidak kecil yang pada akhirnya berujung pada business unsustainability.
Sebagaimana investasi dalam banyak hal, terutama dalam teknologi otomatisasi seperti aplikasi dan software CRM misalnya, keputusan mengadopsi harus berdasarkan perhitungan return (penjualan, growth, profit) dan customer value (pengalaman, kepuasan, loyalitas). Jika skala bisnis tidak memungkinkan untuk mendapatkan return yang cukup, maka adopsi teknologi termasuk AI mungkin akan hanya meningkatkan customer value namun dengan cost yang tidak terbayarkan.
*Tulisan ini dimuat di SWA Online