Followership: Kunci Sukses Leadership
The ultimate test of leadership is the quality of followers (Kelley, 1992). Masih menurut Kelley, Kontribusi seorang Pemimpin (Leader) untuk keberhasilan organisasi hanya sebesar 20%, kontribusi Follower sebesar 80%.Pemimpin yang hebat (Great Leaders) mencapai keberhasilan karena di sekitar mereka ada orang-orang (Follower) yang mendukung, memberi nasihat, dan mengeksekusi rencana dengan baik. Ketika tidak memiliki Follower yang baik, maka dia adalah seorang Leader, tanpa “Great”.
Setiap orang di organisasi adalah Follower. Seorang karyawan menjadi Follower bagi atasannya. Begitu juga pemimpin perusahaan tertinggi pun (direktur) adalah seorang Follower bagi tujuan organisasi yang ingin diraih bersama seluruh karyawan.
Leader dan Follower saling melengkapi. Seseorang tidak dapat menjadi Leader tanpa Follower, namun setiap orang merupakan Leader dan Follower sekaligus. Leader punya visi, namun Follower yang mengeksekusi. Seorang Leader tanpa eksekutor ibarat seorang pemimpi tanpa pernah mewujudkan impiannya.
Follower adalah kemampuan individu untuk mengikuti instruksi atasan mereka dalam mencapai tujuan organisasi (Agho, 2009). Performa organisasi pun banyak tergantung pada kecerdasan Follower (University of Guelph, Canada, 2008).
Organisasi dan masyarakat seringkali mengabaikan peran Follower, hampir tidak pernah dibahas, apalagi diteliti. Padahal, Follower ini bukan berada pada tingkat yang lebih rendah dari Leader (Pemimpin). Namun nyatanya, Follower dipandang lebih rendah, tidak superior, tidak menonjol dibandingkan Leader.
Follower bukan sebuah posisi/situasi yang menunjukkan kekurangan atau kelemahan, namun justru syarat/kondisi yang membuat seorang Leader tampil dan berhasil. Follower bukan menunjukkan sikap pengecut (not a coward), tapi justru sebuah komitmen untuk bertindak demi keberhasilan organisasi.
Kita perlu mengubah sudut pandang menjadi, Leader bukanlah tujuan dari Follower atau cita-cita setiap orang, karena peran Leader dan Follower sama pentingnya.
Kita tidak jarang mendengar seseorang yang berhasil di perusahaan A, namun ketika direkrut oleh perusahaan B (dengan remunerasi sekian kali lipat) ternyata dia gagal. Apakah ini karena orang tersebut gagal menerapkan keberhasilannya dari perusahaan A di perusahaan B?
Sebenarnya dia tidak gagal, kemungkinannya adalah sistem manajemen dan budaya kerja di B tidak sebagus di A, dan atau karyawan (Follower) di perusahaan B tidak sebagus di A. Dan karena sistem manajemen dan budaya kerja seharusnya dihayati dan dilaksanakan oleh karyawan, maka kualitas eksekusi sistem manajemen dan budaya kerja ini ditentukan oleh kualitas eksekutornya, yaitu karyawannya, alias Follower-nya.
Jadi jelas bahwa Follower di perusahaan B tidak sebaik Follower di perusahaan A. Ketika seorang atasan memerintahkan tugas ABC, karyawan di perusahaan A menyelesaikan ABCDE. Seorang atasan yang sama, ketika direkrut perusahaan B dengan kondisi follower yang tidak berkualitas belum tentu dapat menyelesaikan tugas A dari tugas ABC yang diberikan. Akhirnya atasan tidak memiliki waktu dan sumber daya untuk memikirkan hal-hal yang strategis.
Contoh lain adalah seorang Gubernur yang memerintahkan rakyatnya agar menjaga kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya. Tujuannya agar menghindari banjir. Masyarakat di kota tersebut yang memiliki karakter Follower yang baik akan paham maksud Gubernur dan disiplin menjalankan perintahnya. Masyarakatnya sudah berpikir dewasa dan mampu mengeksekusi arahan Gubernur sebagai pemimpinnya dengan baik dan benar.
Jika Gubernur tersebut ditugaskan ke kota di mana masyarakatnya belum memiliki karakter Follower yang baik, maka Gubernur perlu berkali-kali mengingatkan masyarakat agar disiplin menjaga kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya. Gubernur butuh banyak waktu dan sumber daya untuk mengurusi sebuah isu ini, karena rakyat (sebagai Follower) tidak mampu mengeksekusi arahan pemimpinnya (Gubernur) dengan baik.
Apakah Gubernur tersebut adalah pemimpin yang jelek? Tidak juga.
Jika kita ubah alur ceritanya, bagaimana jika seorang Gubernur yang masyarakatnya bukan seorang Follower yang baik, kemudian dia ditugaskan ke kota lain di mana masyarakatnya adalah Follower yang disiplin? Apakah kemudian dia menjadi Pemimpin yang baik? Tidak juga.
Kita lihat bahwa keberhasilan Gubernur banyak dipengaruhi kualitas masyarakatnya. Begitu juga keberhasilan seorang Leader banyak dipengaruhi kualitas Follower-nya.
*Tulisan ini dimuat di BUMN Track Online