Effective Team Collaboration In Pandemic
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang dan tim pemasaran yang dipimpin Nadira sedang melakukan pertemuan via online platform. Dalam pertemuan baru ada lima orang dari seharusnya dihadiri oleh enam anggota ditambah Nadira.
“Masih belum ada kabar dari Amel?”, tanya Nadira kepada Indra, salah satu anggota timnya. “Sudah di telepon dan di whatsapp belum dijawab-jawab nih, Bu”, balas Indra, “Atau jangan- jangan internet dia rusak lagi ya, Bu?”, sambungnya. Sejak WFH, Amel kerap susah dihubungi untuk dimintai pekerjaannya. Nadira pun dihujani prasangka terkait dengan keberadaan Amel.
Lima belas menit kemudian Nadira menelepon Amel dan di seberang sana yang menjawab adalah suami Amel. “Maaf Bu Nadira, Amel sepertinya harus cuti mendadak dikarenakan anak kami panas tinggi dari semalam. Ini kami sedang di IGD (Instalasi Gawat Darurat)”, ucap suami Amel. “Ya ampun, semoga semua baik- baik saja tidak terjadi apa-apa ya, Pak. Kalau begitu, nanti kalau Amel sudah agak slow tolong sampaikan saya menelepon dan kirim pesan via whatssapp. Terima kasih Pak”, ucap Nadira.
Tidak berapa lama, sebuah pesan via whatsapp pun masuk. “Baik, Bu. Data saya kirim ke Frans”. Amel membalas pesan Nadira dan segera Nadira memberikan perintah kepada timnya “Ok semua, Amel mendadak harus cuti, pekerjaan Amel di backup Frans ya. Data sudah dikirim Amel”.
Mungkin tidak sedikit di antara kita mengalami hal serupa di atas. Sulit mendapatkan respons cepat terkait pekerjaaan dari anak buah atau mungkin hanya sekadar menunggu balasan pesan singkat saja dari rekan kerja. Tidak sedikit dari kita yang mulai mengeluh terkait sulitnya melakukan koordinasi dengan anggota tim.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Center For Human Capital Development PPM Manajemen (2020), sebanyak 57% karyawan lebih memilih bekerja di kantor dibandingkan di rumah dikarenakan adanya kemudahan dalam berkoordinasi (27%), tidak mudah terdistraksi (22%), memiliki suasana kondusif dalam bekerja (19%), kemudahan mengakses data (16%), dapat berinteraksi dengan banyak orang (9%), dan jaringan internet stabil (6%).
Ya, virtual collaboration menjadi sebuah tantangan tersendiri di tahun ini bagi kita yang terbiasa melakukan kolaborasi dan koordinasi secara langsung di tempat kerja.
Bicara mengenai kinerja tim, tentu kita mendambakan tim yang solid dan mudah untuk diajak berkolaborasi dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan. Tim terbentuk ketika dua orang atau lebih berinteraksi sehingga menimbulkan dinamika, memiliki ketergantungan satu sama lain, serta saling berbagi tujuan dan sasaran bersama (Aguinis, 2013).
Namun faktanya, ada saat di mana kolaborasi di dalam tim mengalami hambatan-hambatan, baik secara internal maupun eksternal. Secara khusus di tengah pandemi ini, kepemimpinan turut menjadi salah satu faktor internal yang perlu diperhatikan. Mungkin tidak sedikit dari kita yang mengalami frustasi dan bingung harus bagaimana untuk mengelola anggota tim selama masa pandemi ini.
Apakah tetap harus berpatokan pada hasil atau proses. Faktanya selama pandemi, ada saja anggota tim yang mungkin bekerja dari lokasi, baik kota atau bahkan provinsi yang berbeda- beda sehingga menyulitkan pemimpin untuk melakukan monitoring kinerja tim atau sekadar memiliki rasa percaya kepada anggota tim.
Rasa percaya pemimpin kepada bawahan mungkin saja menurun di mana para pemimpin masih terbiasa untuk memastikan bahwa anggota timnya sedang bekerja yang dapat terlihat dari kehadiran fisik secara langsung. Sebaliknya, hal ini sulit untuk dilakukan selama Working From Home akibatnya prasangka-prasangka negatif pun dengan sangat mudah muncul di pikiran.
Seorang pemimpin perlu memahami bahwa sebuah tim yang memiliki kekompakan, khususnya dalam memahami sasaran dan tujuan bersama mampu mendorong setiap anggota untuk memberikan kontribusi positif dan membentuk kolaborasi yang baik. Komunikasi dengan kuantitas dan kualitas yang baik, serta kepemimpinan yang fleksibel serta kuat mampu mendorong terbentuknya sebuah tim yang kolaboratif.
Mayo (2020) menggarisbawahi bahwa efektivitas kolaborasi sebuah tim dapat tercapai dengan adanya kerjasama yang mengedepankan koordinasi dan komunikasi. Lalu yang menjadi pertanyaan saat ini adalah, kerjasama tim dan komunikasi yang seperti apa yang mampu meningkatkan kolaborasi tim di tengah pandemi?
Koordinasi yang dibutuhkan saat ini tidak hanya sekadar mengkomunikasikan apa yang harus dilakukan oleh anggota tim dan memahami peran serta tanggung jawab masing-masing sebagai anggota tim dalam melakukan pekerjaan, namun juga bertindak saling membantu dengan menjalankan sistem backup di dalam tim dengan sangat baik, khususnya jika suatu hal terjadi secara tiba- tiba.
Kemudian, komunikasi yang efektif dalam membangun kolaborasi tim dibutuhkan dengan memberikan informasi yang akurat pada waktu yang tepat. Pemberian informasi pada waktu yang tepat mampu mempermudah proses koordinasi. Dengan kata lain, ketika anggota tim sangat responsif satu sama lain dalam menyelesaikan tugas bersama, maka mereka akan semakin efektif dalam berkolaborasi.
Sebuah tim pada masa pandemi saat ini perlu mempraktikkan closed-loop communication di mana komunikasi ini mampu menghindari ambiguitas serta kesalahpahaman dengan melakukan konfirmasi kepada pihak pengirim pesan dan pengirim pesan perlu memastikan bahwa pesannya telah diterima dan dipahami dengan baik dan jelas oleh penerima pesan.
Hal ini dilakukan untuk menghindari tindakan atau reaksi yang kurang diharapkan akibat kesalahpahaman yang mungkin saja terjadi dalam proses komunikasi tersebut (Mayo, 2020).
Memang tidak mudah untuk keluar dari comfort zone kita, begitu juga tidak mudah beradaptasi secara cepat di tengah perubahan yang terjadi secara signifikan selama pandemi. Koordinasi dan komunikasi menjadi dua hal penting dalam mengelola kolaborasi tim saat ini dan tentunya dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, tidak harus selalu di kantor dan bahkan di jam operasional kantor.
Kolaborasi tim juga memerlukan adanya saling pengertian dan empati antar anggota, serta pemimpin yang mampu mengelola harapan dan ekspektasi masing-masing anggota tim. Harapan dan ekspektasi perlu dikelola karena saat ini pendekatan dan metode berkolaborasi yang digunakan adalah hal baru sehingga membutuhkan kesabaran dan waktu yang ekstra untuk mencapai tujuan bersama.
Di samping itu, tim perlu melakukan trial and error penggunaan berbagai macam tools atau online platform yang dirasa paling sesuai dengan kebutuhan dan pekerjaan tim agar kolaborasi berjalan efektif.
Terakhir, tidak kalah pentingnya adalah sikap konsisten bagi seluruh anggota tim dan pimpinan dalam berkolaborasi secara virtual di tengah kendala yang mungkin saja terjadi dan mengganggu kolaborasi tim. Salah satu kendala yang paling sering terjadi adalah gangguan sinyal internet yang lemah sehingga berdampak pada pemberian instruksi yang kurang atau sulit dipahami oleh anggota tim.
Akibatnya, tidak sedikit dari kita merasa frustasi atau kesal dengan apa yang terjadi. Semoga dengan konsistensi yang kita miliki maka kolaborasi tim yang efektif akan tetap terjaga dan terus semakin baik dan mungkin saja justru telah mengubah area nyaman kita ke arah yang lebih modern dan maju dalam penggunaan teknologi.
*Artikel ini dimuat di BUMN Track Online