Korupsi di Negara yang (Katanya) Mudah Memaafkan

Korupsi di Negara yang (Katanya) Mudah Memaafkan

Belakangan ini lini media massa diwarnai dengan berita tindak pidana korupsi, sebuah tindakan penyelewengan atau penyalahgunaan uang yang bukan miliknya untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

Meskipun korupsi berpotensi dialami semua organisasi, namun yang paling sering diberitakan adalah apabila melibatkan pejabat negara. Berita besar terkait penyelewengan uang di organisasi non-pemerintah, baru-baru ini, dating dan dialami oleh eFishery. Perusahaan rintisan yang mengembangkan solusi budidaya ikan menggunakan teknologi untuk kolam ikan skala menengah dan besar. Itu pun sering disebutkan sebagai penggelapan, penipuan, atau fraud dari pada korupsi.

Dampak dari korupsi bisa bervariasi meskipun secara umum adalah terkait dengan citra organisasi dan nama baik pelaku. Citra organisasi ataupun nama baik pelaku pastinya akan tercoreng. Ada stigma bagi organisasi atau pelaku korupsi.

Namun, sayangnya, stigma pada organisasi akan dengan mudah hilang atau dilupakan seiring berjalannya waktu, dengan penyematan kata oknum bagi pelakunya. Salahkan oknumnya bukan organisasinya sering disampaikan sebagai bentuk pembelaan bagi organisasi.

Demikian juga dengan stigma pada pelaku korupsi pun mudah hilang atau dilupakan setelah melewati hukuman beberapa tahun. Dia sudah dihukum dan menyadari perbuatannya sehingga telah menjadi individu yang lebih baik. Sering disampaikan oleh lingkungannya sebagai bentuk dukungan atau pembelaan bahwa yang bersangkutan hanya “khilaf” semata.

Kondisi setelah kejadian korupsi tidak berdampak besar bagi institusi pemerintah. Tidak sampai menutup Kementerian/ Lembaga/ Instansi dimana korupsi dilakukan, setidaknya sampai saat ini belum ada informasinya.

Kalaupun ada penutupan, lebih kepada badan usahanya, dengan alasan tidak memiliki kemampuan operasional, pailit, bangkrut, atau efisiensi. Jangan berharap adanya kalimat “karena telah terjadi korupsi.” Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa korupsi tidak memiliki dampak negatif bagi institusi pemerintah.

Hukuman bagi pelaku korupsi tidak dipandang berat. Alih-alih redup, pelaku korupsi malah semakin dikenal dan menjadi “media darling”, banyak bicara dan tetap tampil elegan dengan tersenyum, seakan tidak ada penyesalan.

Setelah menjalani masa hukuman, keberadaan pelaku korupsi dari organisasi pemerintah justru makin dicari. Masyarakat tidak lagi mengingat tindakan korupsi yang pernah dilakukannya. Umumnya kariernya akan melesat lebih cemerlang dari sebelumnya.

Rasanya pernyataan korupsi merupakan “kejahatan luar biasa” hanyalah bentuk ujaran formalitas. Dalam realisasinya korupsi dipandang sebagai suatu kejahatan yang biasa, wajar, umum, dan kesalahan sesaat. Wajar untuk dimaafkan.

Penanganan tindakan korupsi tersebut menjadi gambaran dari nilai yang dianut oleh suatu negara. Pemerintah yang seakan meremehkan tindakan korupsi dapat memicu persepsi masyarakat bahwa tidak ada kesalahan yang tidak bisa dimaafkan. Alhasil pernyataan “manusia tempatnya salah” seringkali menjadi pembenaran terjadinya suatu kekhilafan.

Berbeda dengan di negara yang mengedepankan tindakan hukuman ketimbang memaafkan, pemerintahannya memberlakukan pelaku korupsi dengan tidak manusiawi dan kejadian tersebut akan terus melekat tidak hanya pada dirinya saja tapi juga keseluruh keluarganya. Sungguh, perlakuan yang tidak manusiawi namun efektif untuk mencegah munculnya keinginan korupsi.

Keseriusan organisasi dalam menjalankan praktik etika menjadi variabel penentu budaya etika bagi anggota organisasi. Pusat Etika dan Budaya Organisasi Soedarpo Sastrosatomo (PEBOSS) PPM Manajemen dalam penelitian mengenai etika, menyimpulkan bahwa anggota masyarakat sesungguhnya telah memiliki etika yang terbentuk dari lingkungan tempatnya berasal. Ketika dirinya berada di suatu organisasi, maka kepercayaannya akan etika dapat berubah.

Perubahan tersebut dapat dipengaruhi oleh perilaku beretika dari pemimpin, standarisasi etika yang diyakini, tata kelola yang berlaku, dan pelaporan pelanggaran etika.

Ketika organisasi mampu menjamin keberlangsungan perilaku beretika yang positif, maka tidak ada lagi penyalahgunaan wewenang, penyalahgunaan fasilitas, maupun penyelewengan informasi.

Institusi pemerintah, sebagai salah satu bentuk organisasi, sebagai etalase sebuah negara perlu memperhatikan tingkat keseriusannya dalam menjalankan praktik etika, khususnya anti-korupsi.

Ketidakseriusan pemimpin di pemerintahan dalam menjalankan perilaku anti-korupsi membuat korupsi menjadi lebih luas dan dapat menjalar sampai ke organisasi terkecil dari suatu negara, yaitu keluarga.

Apabila negara dapat memaafkan maka keluarga akan lebih dapat memaafkan. Tindakan korupsi tidak akan pernah terkendali. Pemimpin dari pemerintahan harus menjadi garda terdepan dalam mencegah tindakan korupsi.

Meskipun masyarakat, dunia usaha, media, akademisi juga berperan dalam penanganan tindakan korupsi, namun pemerintah memiliki peran yang paling krusial.

Keberhasilan penanganan tindakan korupsi bukan diukur dari banyaknya slogan yang disampaikan di media massa, namun diukur dari pemberlakuan sistem yang meminimalkan campur tangan manusia.

Keberhasilan penanganan tindakan korupsi tidak dilihat dari jumlah pelaku yang tertangkap tangan dari laporan masyarakat, namun dilihat dari tidak adanya peluang melakukan korupsi di segala bidang.

Keberhasilan penanganan tindakan korupsi tidak dihitung dari frekuensi akademisi menyelenggarakan pembahasan anti-korupsi, namun dihitung dari program anti-korupsi yang berjalan secara efektif dan efisien mencegah tindakan korupsi.

Keberhasilan penanganan tindakan korupsi juga tidak ditentukan dari kelancaran pelaporan dunia usaha, namun ditentukan dari keamanan dan kenyamanan lingkungan usaha.

Pemerintah perlu memimpin tindakan nyata anti-korupsi yang menyeluruh, tidak terperangkap dalam budaya maaf memaafkan kepada pelaku korupsi.

Pemimpin yang bersih menciptakan organisasi yang sehat!

*Tulisan ini dimuat di SWA Online

Baca Juga

Alain Widjanarka

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *