
Bangun SDM Unggul, dan Siap Bersaing dengan Industry University!
Dina, seorang lulusan baru dari salah satu universitas ternama di Indonesia duduk termenung di depan laptopnya. Sudah lebih dari enam bulan sejak ia lulus, tapi pekerjaan yang sesuai dengan jurusannya, teknik elektro, masih belum kunjung ia temukan.
Setiap lowongan yang ia lamar, selalu ada satu alasan yang membuatnya gagal, “Kami mencari kandidat dengan pengalaman kerja atau keterampilan tambahan tertentu.”
Dina merasa bingung karena selama empat tahun ia telah mempelajari berbagai pelajaran yang sesuai bidangnya, tapi tampaknya hal itu masih belum cukup untuk memenuhi tuntutan dunia profesional.
Di sisi lain, Roni, seorang manajer HR di perusahaan manufaktur besar menghadapi masalah yang berbeda namun saling berkaitan. Ia dan timnya sudah mewawancarai puluhan kandidat untuk posisi teknisi, tapi hasilnya mengecewakan.
Sebagian besar pelamar tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk bekerja langsung dengan mesin modern di pabrik. Meskipun perusahaan memiliki program pelatihan, anggaran dan waktu yang terbatas membuat pengembangan karyawan menjadi tantangan besar.
Roni tahu, jika situasi ini terus berlanjut, perusahaan akan kesulitan memenuhi permintaan pasar.
Kisah Dina dan Roni mencerminkan dua sisi dari masalah yang sama, yakni kesenjangan antara pendidikan tinggi dan dunia industri. Lulusan universitas kesulitan menembus pasar kerja, sementara perusahaan kesulitan menemukan tenaga kerja yang siap pakai.
Sumber Daya Manusia (SDM) memainkan peran vital dalam mendukung daya saing industri dan perekonomian Indonesia. Dengan populasi sekitar 270 juta jiwa, Indonesia memiliki potensi besar dalam hal tenaga kerja. Namun, kualitas SDM sering kali menjadi isu utama yang menghambat kemajuan sektor industri.
Berdasarkan laporan Global Talent Competitiveness Index (GTCI) 2023 , Indonesia menempati peringkat ke-80 dari 133 negara dalam hal daya saing talenta global. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan dalam kompetensi tenaga kerja dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara, seperti Singapura (peringkat 2) dan Malaysia (peringkat 42).
Salah satu tantangan utama adalah kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki lulusan pendidikan formal dan kebutuhan industri. Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim pernah menyampaikan bahwa sebagian besar lulusan perguruan tinggi tidak bekerja di bidang yang sesuai dengan latar belakang studinya, atau lebih tepatnya hanya sekitar 20% yang bekerja sesuai dengan bidang keahliannya.
Fenomena mismatch ini terjadi karena kurikulum pendidikan belum sepenuhnya disesuaikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, terutama dalam menghadapi era Revolusi Industri 4.0.
Kendala lain yang dihadapi adalah akses terbatas ke pelatihan dan pengembangan keterampilan. Menurut Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja, sebanyak 90% angkatan kerja di Indonesia belum pernah mengikuti pelatihan formal/bersertifikat.
Hal ini menciptakan kesenjangan yang semakin lebar antara tenaga kerja terampil dan yang tidak terampil. Di sektor teknologi misalnya, permintaan akan keterampilan seperti coding, data analytics, dan cloud computing meningkat drastis, tapi pasokan tenaga kerja dengan kemampuan tersebut masih sangat rendah.
Dalam era digital, literasi teknologi menjadi kompetensi yang esensial. Berdasarkan laporan World Digital Competitiveness Ranking 2024, Indonesia berada di peringkat ke-27 dari 67 negara. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan tenaga kerja dalam memanfaatkan teknologi digital sudah cukup baik namun masih memerlukan peningkatan besar, terutama untuk mendukung transformasi digital di berbagai sektor industri.
Melihat tantangan di atas, diperlukan intervensi strategis untuk memastikan industri di Indonesia dapat memperoleh SDM yang berkualitas, baik untuk kebutuhan saat ini maupun masa depan. Tanpa intervensi, kesenjangan kompetensi akan semakin melebar dan dapat menghambat daya saing Indonesia dalam perekonomian global.
Kolaborasi Lintas Sektor dan Peran Industry University
Industri tidak dapat menyelesaikan tantangan secara mandiri, diperlukan kolaborasi lintas sektor yang melibatkan pemerintah, institusi pendidikan, pelaku industri, atau komunitas.
Salah satu contoh keberhasilan dari kolaborasi ini adalah program Digital Talent Scholarship (DTS) yang dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), di mana melalui program ini Komdigi dapat menciptakan ekosistem yang memaksimalkan peran pentahelix (pemerintah, komunitas/masyarakat, institusi pendidikan tinggi, dunia usaha, dan media) untuk menjadi fasilitator dan akselerator pendukung ekonomi digital.
Dalam program tersebut Komdigi bertindak sebagai penyelenggara utama dengan merancang program, menyediakan infrastruktur pelatihan, dan memastikan keberlanjutan program. Sektor swasta berperan sebagai mitra yang memberikan pelatihan, sertifikasi, dan pendampingan teknis, serta menyerap tenaga kerja hasil program.
Institusi pendidikan mendukung penyelenggaraan pelatihan dengan menyediakan fasilitas belajar, instruktur, dan materi pelatihan. Program DTS ini berhasil mencetak lulusan yang mendapatkan pekerjaan di startup teknologi dan berkontribusi pada peningkatan jumlah tenaga kerja terampil di bidang digital di Indonesia.
Kolaborasi lintas sektor dalam program DTS tersebut bisa menciptakan suatu yang dinamakan learning ecosystem, di mana hal tersebut mendorong pertukaran pengetahuan, keterampilan, dan inovasi di antara para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, institusi pendidikan, pelaku industri, dan komunitas.
Learning ecosystem ini tidak hanya mendukung terciptanya lingkungan kerja yang inklusif namun juga membantu menjawab kebutuhan akan tenaga kerja yang adaptif dan siap menghadapi tantangan masa depan.
Salah satu implementasi dari learning ecosystem adalah konsep industry university, yang dirancang sebagai solusi strategis untuk menciptakan budaya pembelajaran berkelanjutan dalam suatu sektor industri.
Berbeda dengan corporate university yang fokusnya terbatas pada pengembangan SDM dalam satu perusahaan, industry university melibatkan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan, seperti perusahaan, universitas, pemerintah, dan lembaga riset.
Konsep ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri melalui pengembangan tenaga kerja yang relevan dengan kebutuhan masa depan, sekaligus memfasilitasi pembelajaran berkelanjutan yang adaptif terhadap perubahan dan tantangan global.
Industry university menawarkan pendekatan kolaboratif yang selaras dengan prinsip learning ecosystem, dengan fokus memperkuat hubungan antara dunia pendidikan dan industri. Konsep ini tidak hanya dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik suatu perusahaan, namun juga untuk menjawab kebutuhan tenaga kerja dan mendorong inovasi di berbagai sektor.
Dengan demikian, industry university berkontribusi secara signifikan pada peningkatan daya saing industri secara keseluruhan. Sebagai bagian dari implementasinya, terdapat lima peran utama yang menjadi elemen penting dalam keberhasilan industry university, yakni:
1. Orchestrator
Berperan sebagai pengatur utama yang memastikan nilai utama industry university dapat tercapai. Orchestrator bertanggung jawab untuk merancang program pelatihan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan industri serta mengelola kolaborasi lintas sektor.
2. Core Partners
Mitra utama seperti universitas, lembaga pendidikan, atau perusahaan, yang berkolaborasi dengan sektor industri untuk menyediakan pelatihan, penelitian, dan pengembangan SDM sesuai kebutuhan pasar tenaga kerja.
3. Technology Enabler
Penyedia teknologi yang memastikan kelancaran operasional industry university. Hal ini melibatkan penggunaan platform digital seperti learning management systems (LMS) atau teknologi lainnya untuk mendukung pembelajaran daring dan pelatihan berbasis teknologi.
4. Complementors
Pihak eksternal yang menambah nilai pada ekosistem, seperti penyedia sertifikasi profesional atau pelatihan tambahan yang melengkapi kebutuhan industri dan program pendidikan inti.
5. Resellers
Pihak yang berperan memasarkan atau mendistribusikan layanan pendidikan yang dikembangkan oleh industry university. Peran ini membantu memperluas jangkauan program pelatihan, sehingga menciptakan dampak yang lebih luas dalam ekosistem industri.
Dengan mengintegrasikan peran-peran ini, industry university menciptakan lingkungan kolaboratif yang memprioritaskan pengembangan keterampilan masa depan, inovasi, dan daya saing global. Pembelajaran tidak lagi terbatas pada ruang kelas formal, tapi mencakup berbagai bentuk pembelajaran, seperti pelatihan di tempat kerja, seminar industri, atau platform daring.
Konsep industry university memiliki potensi besar untuk menciptakan dampak positif yang signifikan bagi industri di Indonesia, di antaranya:
- Meningkatkan Kualitas SDM. Dengan pendekatan pembelajaran berkelanjutan, tenaga kerja dapat terus meningkatkan kompetensinya sesuai dengan kebutuhan pasar yang berubah.
- Mendorong Inovasi. Kolaborasi lintas sektor akan mempercepat adopsi teknologi baru dan menciptakan solusi inovatif di berbagai industri.
- Meningkatkan Daya Saing Global. Dengan SDM yang berkualitas, industri Indonesia dapat bersaing di pasar internasional, sekaligus menarik lebih banyak investasi asing.
Di era yang penuh dengan disrupsi teknologi dan perubahan pasar, pengembangan SDM yang kompeten menjadi kunci keberlanjutan industri. Konsep industry university menawarkan solusi strategis untuk mengatasi tantangan ini melalui pendekatan kolaboratif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
Ke depan, industry university dapat menjadi fondasi utama dalam menciptakan tenaga kerja yang siap menghadapi tantangan global, sekaligus mendorong inovasi dan daya saing Indonesia di kancah internasional.
Dengan dukungan yang tepat dari pemerintah, sektor swasta, dan institusi pendidikan, industry university berpotensi menjadi katalis utama bagi transformasi industri Indonesia menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
Jadi, sudah siapkah kita berkolaborasi dalam ekosistem pembelajaran bersama industry university?
*Tulisan ini dimuat di SWA Online
Baca Juga
- Ketangguhan di Tengah Ketidakpastian, Apa yang Harus diketahui Para Pemimpin Perusahaan
- Ketika Prahara STY Singgah di Dunia Kerja
- Mengembangkan Inovasi Transformasional pada Skala Besar
- Mengukur Dampak Pembelajaran dan Pengembangan: Cara Efektif Mengetahui Keberhasilan Program
- Membuat Iklan yang Powerfull
- PPM School of Management