
Strategi Efektif Mengurangi Bahaya Psikososial di Tempat Kerja untuk Meningkatkan Kesejahteraan Karyawan
Dalam era perkembangan yang pesat ini, kesehatan dan produktivitas karyawan adalah aset berharga yang tak boleh diabaikan. Mengidentifikasi potensi bahaya di setiap aktivitas kerja —baik yang bersifat fisik, kimia, biologi, ergonomi, maupun psikososial— merupakan langkah awal yang krusial.
Di Indonesia, tantangan kesehatan mental di tempat kerja semakin nyata dan berlangsung secara signifikan. Oleh karena itu, pendekatan proaktif terhadap isu kesehatan mental sejalan dengan perspektif lembaga internasional seperti UNICEF, menjadi sangat penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan mendukung semua karyawan.
Studi terbaru yang dilakukan oleh Siobhan Wray dan Gail Kinman dalam artikel ilmiah berjudul The Psychosocial Hazards of Academic Work: An Analysis of Trends menunjukkan bahwa, bahaya psikososial yang dihadapi oleh staf akademik tidak hanya berdampak lokal, namun juga memiliki implikasi yang lebih luas.
Penelitian ini menggunakan kerangka penilaian risiko dari Health and Safety Executive (HSE), yang mengidentifikasi tujuh bahaya utama, termasuk tuntutan pekerjaan yang berlebihan dan kurangnya dukungan sosial. Hasilnya menunjukkan bahwa, meskipun terdapat upaya untuk meningkatkan kondisi kerja, tantangan psikososial terus meningkat terutama dalam hal hubungan interpersonal di tempat kerja.
Selain itu, menurut survei International Labour Organization (ILO) pada 2020-2022, sebanyak 63% pekerja di Indonesia mengalami gangguan kesehatan mental berupa perasaan sedih dan tidak nyaman di tempat kerja. Tuntutan pekerjaan yang tinggi sering kali menyebabkan stres berkepanjangan.
Kurangnya dukungan dari rekan kerja dan manajemen memperburuk keadaan, menambah lapisan kompleksitas dengan adanya stigma terkait kesehatan mental. Kurangnya perhatian terhadap isu ini tidak hanya merugikan individu tetapi juga berdampak negatif pada produktivitas dan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Perusahaan yang menyediakan dukungan psikologis menunjukkan daya tahan lebih besar terhadap stres di tempat kerja. Penelitian di Inggris juga mengungkapkan bahwa tim yang memiliki dukungan sosial yang baik cenderung lebih produktif. Hal ini menjadi urgensi bagi perusahaan untuk mencegah terjadinya bahaya psikososial dan sebagai upaya membangun lingkungan kerja yang lebih positif.
Dalam menghadapi tantangan ini, perusahaan perlu menerapkan langkah-langkah strategis yang terarah. Beberapa tindakan preventif yang dapat dilakukan antara lain:
1. Keterampilan Dasar untuk Menghadapi Tantangan Psikososial
Melatih manajer atau pemimpin tim untuk mengenali tanda-tanda stres dan mendukung karyawan dalam menghadapi tantangan psikososial. Berikut adalah beberapa keterampilan dasar yang dibutuhkan:
a. Identifikasi Stres: Pelatihan untuk membantu manajer mengenali tanda-tanda dan gejala stres pada karyawan, seperti perubahan suasana hati, penurunan produktivitas, dan peningkatan kehadiran yang buruk.
b. Komunikasi Empatik: Mengajarkan manajer cara berkomunikasi dengan empati, sehingga karyawan merasa didengar dan bahwa perasaan mereka terkait pekerjaan dihargai.
c. Strategi Dukungan: Memberikan alat dan teknik untuk mendukung kesehatan mental karyawan, serta cara merespons dengan tepat ketika karyawan mengungkapkan masalah atau kekhawatiran mereka.
2. Program Kesehatan Mental
Mengembangkan program kesehatan mental yang komprehensif dapat memberikan dukungan yang dibutuhkan oleh karyawan. Beberapa komponen program yang dimaksud adalah:
a. Konseling: Menawarkan layanan konseling profesional, baik secara tatap muka maupun virtual, untuk membantu karyawan menghadapi masalah pribadi dan profesional.
b. Workshop Mindfulness: Mengadakan workshop tentang teknik relaksasi, meditasi, dan mindfulness yang dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan mental.
c. Aktivitas Pendukung: Menyediakan aktivitas seperti olahraga bersama, yoga, atau sesi dukungan kelompok yang mempromosikan keterlibatan sosial dan kesehatan fisik, yang juga berdampak pada kesehatan mental.
3. Survei Kesehatan Mental
Mengimplementasikan survei secara berkala untuk mengevaluasi kesehatan mental serta kondisi psikososial karyawan, membantu perusahaan dalam melacak perkembangan dan menyesuaikan program yang diperlukan.
a. Survei Kesehatan Mental: Survei yang menilai tingkat stres, kepuasan kerja, dan dukungan sosial di tempat kerja. Pastikan untuk menjamin anonimitas agar karyawan merasa aman untuk memberikan umpan balik jujur. Setelah survei dilakukan, analisis data secara menyeluruh untuk mengidentifikasi tren dan area peningkatan yang diperlukan.
b. Tindakan Berbasis Data: Menggunakan hasil survei untuk mengembangkan strategi dan inisiatif baru untuk meningkatkan kesejahteraan mental karyawan berfokus pada area yang paling mempengaruhi mereka.
4. Budaya Kerja Positif
Menciptakan budaya kerja yang positif adalah kunci untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan mental, hal itu ditandai dengan:
a. Komunikasi Terbuka: Memfasilitasi komunikasi yang jujur dan terbuka antara semua tingkatan dalam organisasi. Mengadakan pertemuan rutin untuk memberikan informasi dan mendengarkan masukan dari karyawan.
b. Pengakuan dan Apresiasi: Menerapkan sistem penghargaan untuk mengakui kontribusi karyawan, sehingga mereka merasa dihargai dan diakui.
c. Fleksibilitas Kerja: Membuat kebijakan fleksibilitas kerja, seperti bekerja dari rumah atau penjadwalan yang dapat disesuaikan, untuk membantu karyawan mencapai keseimbangan kerja-hidup yang lebih baik.
Tantangan kesehatan mental di tempat kerja adalah isu serius yang harus dihadapi oleh semua pihak, baik pemerintah, perusahaan, maupun individu. Dengan pendekatan yang terstruktur dan perhatian yang lebih besar terhadap kesehatan psikososial, kita dapat membangun lingkungan yang tidak hanya mendukung kesejahteraan karyawan namun juga meningkatkan produktivitas dan inovasi di semua industri.
Melalui kolaborasi yang lebih baik dan kesadaran bahwa kesehatan mental adalah bagian integral dari kesejahteraan karyawan, kita berpeluang untuk mencapai masa depan yang lebih seimbang dan sehat bagi semua karyawan.
*Tulisan ini dimuat di SWA Online
Baca Juga
- Gen Z dan Transformasi: Peran Pemimpin dalam Membangun Resilience untuk Menginspirasi Perubahan di Era Digital
- T-Shaped Leadership, Sebuah Konsep Tentang Keahlian Seorang Leader
- Beyond The Games: Mengupas Gaya Kepemimpinan di Dunia Kelam Squid Game
- Memenangkan Hati Pasar Lewat Local Deep Insight
- Di Balik Suksesnya Organisasi, Ada Para Pengikut Hebat
- PPM School of Management