Beyond The Games: Mengupas Gaya Kepemimpinan di Dunia Kelam Squid Game
Di tengah aula luas nan gelap, segerombolan petugas bertopeng berusaha mengintimidasi sekelompok besar orang berbaju olahraga dengan menampilkan cuplikan hidup tiap orang di ruangan itu melalui proyektor. Mereka adalah orang-orang yang terlilit utang dan merasa gagal dalam hidupnya. Mereka membutuhkan uang untuk melunasi seluruh utang-utangnya. Mereka ditawarkan memainkan permainan misterius dengan imbalan hadiah uang yang sangat besar jumlahnya.
“Tidak ada pilihan lain,” bisik salah satu peserta, sambil menatap raut wajah ketakutan teman-temannya. Di tengah kebingungan, para peserta berbaris untuk satu persatu menandatangi player consent form. Sementara dari sebuah ruangan gelap di ketinggian, seorang pria bertopeng berdiri diam memandang ke bawah. Dialah Front Man, pemimpin misterius yang mengatur permainan dalam dunia brutal “Squid Game”. Dalam kegelapan, keputusan-keputusan besar sedang diambil, dan di balik topengnya, tersembunyi taktik kepemimpinan yang tak terduga.
Squid Game, serial Netflix yang menjadi fenomena global, tidak hanya menyuguhkan pertarungan hidup dan mati, namun juga menggambarkan dinamika kepemimpinan yang kuat dalam konteks yang ekstrem. Dalam permainan yang brutal di pulau misterius ini, terdapat dua tipe kepemimpinan yang terlihat jelas, yaitu coercive leadership yang diwakili oleh Front Man dan participative leadership yang ditunjukkan oleh Seong Gi Hun.
Sementara Jang Deok-su, seorang peserta yang berusaha memimpin timnya dengan cara yang tidak efektif dan penuh ketakutan, memberikan gambaran akan kegagalan gaya kepemimpinan yang dipaksakan.
Artikel ini akan mengeksplorasi lebih dalam mengenai bagaimana masing-masing gaya kepemimpinan ini berpengaruh pada dinamika kelompok dan hasil yang dicapai dalam suasana krisis, serta bagaimana nilai-nilai kemanusiaan tetap penting dalam setiap pendekatan kepemimpinan.
Coercive Leadership: Front Man dan Aturan Ketatnya
Front Man adalah simbol kekuatan otoriter dalam dunia Squid Game. Berperan sebagai pemimpin dan pengatur semua permainan, Front Man bekerja di balik topeng, menyembunyikan identitasnya, dan meninggalkan jejak ketakutan di antara para peserta dan pekerjanya.
Ia menerapkan aturan-aturan yang sangat ketat dengan tujuan menjaga ketertiban dan kontrol dalam permainan yang mengerikan. Para pekerja yang mengenakan topeng dengan simbol-simbol tertentu tidak hanya diwajibkan untuk melaksanakan tugas spesifik namun juga dilarang mengungkapkan identitas mereka. Jika ada yang melanggar, konsekuensinya adalah kematian.
Metode kepemimpinan yang coercive ini menciptakan lingkungan di mana ketakutan merajalela. Pekerja beroperasi di bawah ancaman berkelanjutan, dan keputusan yang diambil Front Man lebih didasari pada pengendalian daripada kolaborasi.
Meskipun metode ini dapat memastikan disiplin dan penghindaran ketidakpastian, dalam jangka panjang, frustrasi dan ketidakpuasan di antara peserta dan pekerja juga meningkat. Tidak adanya rasa saling percaya antara Front Man dan pemain menciptakan budaya di mana kolusi dan pengkhianatan menjadi hal yang umum.
Dalam konteks Squid Game, sikap ini juga menimbulkan gejolak di antara para pekerja. Mereka terpaksa mematuhi perintah Front Man, namun hubungan antar anggota menjadi lemah, sebab mereka merasa tidak bebas untuk berkolaborasi. Keyakinan akan keamanan dan stabilitas pun terancam, menggambarkan betapa berbahayanya kekuasaan yang didasarkan pada ketakutan.
Jang Deok-su, salah satu peserta dalam permainan, mencoba memanfaatkan kekuatan fisiknya untuk memimpin tim. Dia adalah karakter yang kuat dan agresif, namun pendekatan kepemimpinannya terjerumus dalam perilaku coercive yang tidak efektif.
Dengan memerintahkan anggota timnya untuk merekrut hanya pria yang kuat dan mengesampingkan perempuan dan orang tua pada permainan keempat, Deok-su menciptakan struktur tim yang rapuh dan berbasis pada intimidasi.
Deok-su gagal memahami bahwa kepemimpinan yang efektif tidak hanya tentang kekuatan fisik, namun juga membangun rasa saling percaya dan kolaborasi. Dia menciptakan suasana di mana anggota tim harus bertindak berdasarkan rasa takut dan bukan berdasarkan loyalitas atau pengertian. Pendekatan ini berujung pada ketidakpuasan yang mendalam di antara anggota timnya serta melahirkan pengkhianatan, terutama saat permainan memunculkan tantangan lebih besar.
Keberadaan Deok-su yang dominan malah menciptakan ketegangan, dan pada akhirnya membelah timnya. Keputusan-keputusan yang diambil dari ketakutan hanya menghasilkan hasil yang buruk. Dalam situasi krisis, ketidakmampuan Deok-su untuk menggerakkan tim dengan cara yang lebih inklusif membuat mereka mudah terpecah belah dan sulit untuk bersatu menghadapi tantangan yang lebih besar.
Participative Leadership: Seong Gi Hun
Beralih ke Seong Gi Hun, karakter yang menonjol dalam serial ini dengan pendekatan yang sangat berbeda. Gi Hun, meskipun bukan peserta terkuat secara fisik, menunjukkan nilai-nilai kepemimpinan yang inklusif dan kolaboratif.
Dalam permainan tarik tambang, Gi Hun dengan cerdas melibatkan anggota tim untuk berkontribusi dan memilih rekan satu tim mereka sendiri. Dengan mengajak setiap anggota tim untuk membawa satu orang tambahan, Gi Hun mendorong rasa tanggung jawab.
Metode ini memperkuat komitmen individu terhadap kesuksesan tim, menciptakan kepercayaan dan memperkaya hubungan di antara para anggota. Semua orang merasa terlibat dan memiliki peran dalam keberhasilan mereka, menciptakan ikatan yang sulit dipecah dalam kegentingan permainan.
Dalam situasi di mana tim sedang menghadapi risiko kematian, pendekatan Gi Hun yang humanis terbukti lebih efektif. Sebaliknya dengan Jang Deok-su, Gi Hun berhasil membangun kepercayaan, kesetiaan, dan semangat juang di antara anggota timnya. Meskipun mereka tidak memiliki kandidat fisik yang dominan, kolaborasi dan hubungan yang baik benar-benar membuat tim mereka lebih kuat ketika dihadapkan pada tantangan berat.
Satu pelajaran penting yang bisa diambil dari perbandingan gaya kepemimpinan ini adalah pentingnya mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam dunia yang brutal dan tak terduga seperti Squid Game, keputusan yang diambil tidak hanya berdampak pada permainan itu sendiri namun juga pada esensi kemanusiaan dari para peserta.
Gaya kepemimpinan yang berfokus pada kekuasaan dan kontrol seperti yang ditunjukkan oleh Front Man dan Deok-su dapat memberikan hasil jangka pendek, namun menciptakan dampak negatif yang berkepanjangan. Sebaliknya, kepemimpinan yang bersifat partisipatif seperti yang ditunjukkan oleh Gi Hun bukan hanya efektif dalam menangani krisis, namun juga mengingatkan kita bahwa memberdayakan orang lain dan menghargai kontribusi mereka adalah kunci penting dalam menciptakan keberhasilan bersama.
Pembelajaran dari Squid Game tak hanya berlaku dalam konteks survival game, namun juga dalam kehidupan sehari-hari. Dalam setiap basis kepemimpinan, penting untuk mengingat bahwa di balik sebuah posisi kepemimpinan terdapat manusia –yang dipimpin– yang memiliki harapan dan impian. Melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan dan menghargai setiap kontribusi, meski sekecil apapun, akan memupuk rasa percaya dan kesetiaan yang kuat.
Dalam Squid Game, kita melihat bagaimana dua gaya kepemimpinan yang berbeda dapat berdampak dramatis pada hasil yang dicapai. Front Man dengan coercive leadership-nya menciptakan ketakutan dan ketidakpercayaan, sedangkan Seong Gi Hun dengan pendekatan participative leadership-nya membangun ikatan kuat di antara timnya.
Di tengah perjuangan untuk hidup dan mati, nilai-nilai kemanusiaan dan semangat kolektivisme akan selalu menjadi pedoman kita dalam menghadapi setiap tantangan. Dalam kepemimpinan, pilihan ada di tangan kita, dan dampaknya akan terasa jauh melampaui batas-batas kehidupan yang kita hidupi.
Namun apakah Front Man dapat terus mempertahankan kendali otoriternya dengan Coersive Leadership dalam waktu lama? Seberapa efektif Participative Leadership diterapkan dalam kondisi bertahan antara hidup dan mati? Adakah harapan baru seorang pemimpin yang membawa obor kemanusiaan dan berhasil memutus rantai dunia permainan yang brutal ini?
Mari kita tunggu kelanjutan ceritanya dalam Squid Game Season 2 yang akan dirilis 26 Desember 2024 dan penulis akan kembali mengulasnya.
*Tulisan ini dimuat di SWA Online