Kepemimpinan dari Paling Bawah

Kepemimpinan dari Paling Bawah

Pejabat dan pemimpin; dua kata yang merepresentasikan suatu posisi tertentu namun mengandung makna yang berbeda. Kita tahu bahwa tidak semua pejabat memiliki jiwa kepemimpinan, dan tidak semua pemimpin memiliki jabatan.

Sebelum terlalu jauh, penulis akan mengusulkan sebuah definisi sederhana, dan kita sepakati hal inilah yang akan kita gunakan dalam tulisan ini. Jabatan adalah suatu posisi yang didapatkan ketika seseorang berhasil memenuhi kualifikasi tertentu. Sedangkan kepemimpinan adalah sebuah kualitas perilaku. Ya, betul, kualitas perilaku, karena pemimpin ditentukan dari perilakunya.

Dalam dunia psikologi, perilaku adalah bentuk paling konkret (overt) yang mengungkap berbagai aspek dalam diri seseorang yang tidak terlihat (covert). Oleh karena itu, ketika psikolog atau praktisi psikologi hendak mengetahui kepribadian atau kemampuan seseorang, yang dilihat adalah perilakunya. Begitu juga ketika kita hendak menilai kepemimpinan, kita lihat dari perilakunya.

Apabila pemimpin ditentukan oleh jabatan, pastinya semua orang yang memiliki jabatan dapat memimpin dengan baik. Namun kenyataannya tidak seperti itu, banyak pemimpin yang lebih pintar melakukan pekerjaan (teknis), daripada memimpin dan mengelola orang lain (managing people). Orang-orang ini lebih cocok disebut sebagai expert dibandingkan pemimpin.

Pintar mengelola pekerjaan teknis memang salah satu kunci untuk membuka kesempatan menuju posisi yang lebih tinggi. Melakukan pekerjaan dengan baik, merupakan langkah awal agar orang lain mulai memerhatikan kemampuan kita. Prestasi kerja adalah salah satu hal yang paling mudah diidentifikasi, karena hal itulah yang menjadi perhatian utama organisasi saat ini. Ketika seseorang yang menunjukan kinerja baik, akan memperoleh kesempatan lebih besar untuk dipromosikan.

Mempromosikan seseorang berdasarkan kinerja tidaklah salah, itulah praktik organisasi saat ini. Permasalahannya adalah, sudah terlalu banyak pejabat dipromosikan tanpa memerhatikan aspek kepemimpinan. Terlalu banyak seorang pejabat pintar mengelola pekerjaan, namun tidak memahami bagaimana seharusnya mengelola orang lain. Perlu penulis tekankan, bahwa menjadi seorang pemimpin berarti tidak lagi hanya bertanggung jawab terhadap pekerjaan, namun juga bertanggung jawab terhadap orang-orang dibawah kepemimpinannya.

Mengutip dari buku “Leaders Eat Last” karya Simon Sinek, menggambarkan sebuah situasi, di mana Anda melakukan kesalahan ketika bekerja, sehingga Anda harus berhadapan dengan atasan. Ada dua alternatif yang dapat terjadi saat itu: Pertama, atasan Anda mempertanyakan mengapa kesalahan itu bisa terjadi, apa yang sudah Anda lakukan dan kerugian apa yang diperoleh karena kesalahan tersebut.

Kedua, atasan Anda mempertanyakan apa yang sedang Anda alami saat ini, apakah Anda sedang mengalami kesulitan dan apa yang dapat dia bantu untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Dari contoh ini penulis yakin, Anda pun dapat merasakannya, pemimpin pertama berfokus pada pekerjaan, sedangkan pemimpin kedua, berfokus pada Anda.

Bayangkan apabila pemimpin kita dapat diandalkan bukan hanya dalam melakukan pekerjaannya, namun juga dalam memerhatikan kondisi kita sebagai bawahannya. Kita akan merasa aman karena kita tahu ada seseorang di atas yang tidak hanya peduli terhadap angka, penjualan dan pencapaian, namun juga kepada kita sebagai manusia.

Kita pun bekerja dengan penuh rasa aman. Rasa aman inilah yang menjadi dasar dari terbangunnya kepercayaan, relasi, dan kerjasama yang lebih baik. Ingat, dalam piramida kebutuhan Maslow, rasa aman berada pada tingkat kedua setelah pemenuhan kebutuhan fisik manusia.

Baca Juga

Setelah kebutuhan akan rasa aman terpenuhi, barulah seorang individu berani menjalin relasi dan membangun kepercayaan dengan individu lainnya. Tanpa rasa aman, hubungan antar individu tidak dapat terjalin dengan baik, alhasil kita bekerja dengan tujuan untuk menyelamatkan diri sendiri. Kerjasama dan sinergi tidak akan terjadi dalam organisasi.

Kepemimpinan dari paling bawah, berarti kita kembali pada hal-hal yang mendasar, melihat kembali apa yang menjadi kebutuhan dasar individu. Pentingnya memenuhi kebutuhan tersebut dan membangun tim yang bersinergi, sehingga lingkungan kerja pun menjadi tempat yang aman bagi para pekerja.

Aspek kepemimpinan inilah yang perlu kita bangun. Namun demikian, kita tidak selalu dapat mengandalkan pemimpin untuk sadar dan berubah, seringkali sudah terlambat ketika budaya angka dan performa sudah mengakar dari dasar hingga puncak. Kabar baiknya adalah, perilaku kepemimpinan dapat dilakukan oleh siapapun. Kepemimpinan adalah kualitas perilaku, tidak dibutuhkan jabatan untuk menunjukkan perilaku pemimpin, dapat kita pelajari dan latih dari paling bawah.

Mulai dari diri kita, dari lingkungan terkecil tempat kita bekerja. Tanyakan pada diri sendiri, apakah kita merasa aman datang ke tempat kerja. Bagaimana perasaan kita ketika akan menyampaikan pendapat, ide, usulan atau umpan balik pada orang lain. Bayangkan ketika kita melakukan kesalahan, apakah muncul perasaan takut yang begitu besar sampai membuat kita menahan diri atau berusaha menyembunyikan kesalahan tersebut.

Perasaan tidak aman inilah yang membuat individu mengaktifkan mode survival. Dalam mode survival, kita sebagai manusia memiliki dorongan yang kuat untuk menyelamatkan diri sendiri.

Apabila rasa insecure (tidak aman) dominan ketika bekerja, itulah pertanda bahwa kita perlu membangun perilaku kepemimpinan. Mulai dengan meningkatkan kepedulian, perhatian dan observasi apa yang terjadi pada orang-orang di sekitar. Fokus membangun rasa aman dari lingkungan terdekat. Membangun budaya untuk saling mendukung, membentuk persepsi bahwa kehadiran kita bukanlah sebagai seseorang yang akan mendorong rekan masuk ke dalam jurang. Justru kita akan berada di sisinya ketika akan melewati jurang bersama-sama.

Kita bukanlah orang yang akan melihat mereka sibuk mencari jalan keluar dan menyalahkannya karena telah masuk ke dalam lubang kegagalan. Namun sebagai rekan yang bersedia turun bersama-sama mencari solusi dan jalan keluar. Dengan demikian, kita dapat membangun rasa aman dan saling percaya dari lingkungan di sekitar.

Menjadi pemimpin tidak memerlukan jabatan, menunjukan perilaku kepemimpinan dapat dilakukan oleh siapa saja. Apabila Anda adalah seorang pemimpin, jadilah pemimpin yang peduli tidak hanya pada pekerjaan, pencapaian dan angka penjualan, namun juga bertanggung jawab terhadap mereka yang Anda pimpin.

Apabila Anda tidak memiliki jabatan, jadilah seseorang yang berkontribusi membangun budaya kerja yang aman, budaya kerja yang dapat mendorong kolaborasi terbaik dari orang-orang disekitar Anda. Tunjukan perilaku kepemimpinan, bangun budaya kerja yang aman, mulai dari Anda, mulai dari paling bawah.

*Tulisan ini dimuat di SWA Online

Leonardus Dimas Aditya

Leave a Reply

Your email address will not be published.