Blockchain (Bagian 3): Deteksi Perilaku Masyarakat
Perilaku masyarakat dalam kehidupan perlu dipelajari oleh perusahaan agar dapat mengetahui dan mendalami produk barang dan jasa apa saja yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat.
Tidak jarang sebuah organisasi menerapkan konsep social engineering, yaitu teknik merekayasa dan mengelola perilaku masyarakat agar mereka memberikan data-data pribadi dan perilaku sehari-hari. Meskipun terdengar negatif, teknik ini sebenarnya digunakan untuk kepentingan ekonomi, bisnis, bahkan politik. Teknik ini menyasar titik terlemah dalam sistem kehidupan, yaitu manusia.
Ya benar, manusia adalah titik terlemah (bottleneck) di dalam sistem, mengingat produktivitas dan stabilitas hati dan pikiran manusia yang tidak selalu stabil dan mudah dipengaruhi oleh pihak di luar dirinya.
Misalnya, seorang sales memiliki trik untuk memengaruhi agar masyarakat membeli produknya tanpa sadar apa sesungguhnya manfaat produk tersebut bagi hidup mereka. Seorang politisi pun menerapkan strategi melalui pidato, kampanye, dan sebagainya, sehingga masyarakat tertarik memilihnya. Tidak jarang semua pilihan dari manusia tidak sepenuhnya didasari dengan pendekatan rasional.
Di sisi lain, secara positif, perusahaan dapat mengumpulkan dan mengelola data-data konsumsi masyarakat untuk mendukung strategi pemasaran, misalnya produk apa yang disukai dari setiap target konsumen, berapa harga yang konsumen bersedia bayar, di lokasi mana sebuah produk laku dan tidak laku, promosi apa yang terbaik untuk menarik perhatian masyarakat.
Bentuk riil dari mendeteksi perilaku masyarakat adalah ketika perusahaan “menghampiri” masyarakat dalam berbagai bentuk, misal memberi diskon, testimoni tentang produk, mengalihkan sebagian harga produk untuk donasi. Namun kehadirannya selalu disertai dengan “kewajiban” individu memberikan informasi data diri dengan mengisi formulir. Lama-kelamaan data demografi masyarakat akan terkumpul.
Dibantu dengan hadirnya teknologi, aplikasi, dan smartphone, perusahaan semakin mudah memperoleh data masyarakat. Kemudian perusahaan mengumpulkan data, mengolah menjadi sebuah database untuk melakukan riset pasar seperti yang dahulu dilakukan perusahaan melalui penyebaran kuesioner. Tentunya ada trust antara perusahaan dan konsumen, ada semacam kesepakatan dalam mengisi data diri ini, yaitu perusahaan tidak akan membocorkan identitas individu dan menggunakannya untuk hal-hal yang merugikan individu.
Setelah data dari konsumen terkumpul, langkah berikutnya adalah mengolah data untuk tujuan riset pasar. Ketika semua informasi transaksi disimpan secara aman, maka sekali lagi kita dapat menggunakan konsep blockchain.
Dalam kegiatan ekonomi, riset pasar ini bermanfaat untuk mempelajari perilaku konsumsi masyarakat, data kesehatan masyarakat, perilaku kegiatan masyarakat ketika hari kerja dan hari libur. Setelah dipelajari, informasi terkumpul dapat dimanfaatkan untuk mendorong masyarakat mengkonsumsi sebuah produk, atau menunda konsumsi produk jenis lain. Dengan kata lain, perusahaan menerapkan strategi managing demand.
Bahkan database perusahaan-perusahaan dalam sebuah supply chain dapat diolah untuk mempelajari fluktuasi kebutuhan aset perusahaan setiap waktu. Ketika beberapa supply chain berkolaborasi, keseluruhan data ini dapat dimanfaatkan untuk mengamati aset apa, kapan, dan di mana digunakan, kapan harus dilakukan maintenance, dan sebagainya. Modal dasar informasi inilah yang mendukung keberhasilan sharing asset utilization.
Dengan berbagi aset, maka tidak semua perusahaan perlu memiliki aset masing-masing untuk mencapai competitive advantage-nya. Dengan kerjasama dan kontrak bisnis, aset dapat digunakan sesuai waktu kebutuhan tiap perusahaan.
Jika riset pasar oleh perusahaan cukup valid, sebenarnya perusahaan tersebut dapat memperkirakan berapa banyak, di mana, dan kapan produknya akan terjual. Ketika demand turun, mesin produksi dapat dimanfaatkan untuk menerima order outsourcing dari perusahaan lain. Sebagian ruang gudang pun dapat digunakan untuk menerapkan melayani jasa pergudangan bagi perusahaan lain.
Peralihan fungsi aset (mesin, gudang, moda transportasi) tidak selalu dapat dialihkan begitu saja dalam waktu cepat. Maka perusahaan perlu strategi -misalnya satu tahun ke depan- untuk memperkirakan kapan dan bilamana aset dapat disewakan ke perusahaan lain.
Mengelola data, menjaga trust, mendeteksi perilaku konsumsi, dan mendeteksi ketidakefisienan utilitas aset. Semua ini mendorong manusia untuk merancang model bisnis supply chain yang lebih efisien, yaitu sharing economy.
*Tulisan ini dimuat di SWA Online