Mafia Supply Chain Minyak Goreng di Indonesia
Pada Februari 2022 Indonesia dihebohkan berita kelangkaan minyak goreng. Berikut adalah informasi yang penulis kutip dari beberapa media massa tentang penimbunan minyak goreng:
• Di Deli Serdang Sumatera Utara, sebanyak 1,1 juta ton minyak goreng, setara dengan 6-10% tingkat konsumsi minyak goreng di Sumatera Utara selama 1 bulan. Hal ini dilakukan karena perusahaan tidak bersedia menjual sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET).
• Di Makassar Sulawesi Selatan, Polisi menemukan 61,18 ton minyak goreng. Minyak goreng tersebut diproduksi di Kalimantan Selatan untuk didistribusikan ke wilayah Sulawesi Selatan.
• Di Lampung, Tim Gabungan Satgas Pangan menemukan 345.600 liter minyak goreng ditimbun.
• Di Probolinggo, Polisi menemukan tumpukan minyak goreng di sebuah minimarket.
• Di Serang Banten, sepasang suami istri menimbun 9.600 liter minyak goreng.
• Di Baturaja Timur Sumatera Selatan, ditemukan 4 ton minyak goreng ditimbun.
Ada dua gejala penting yang selalu muncul dalam setiap kejadian penimbunan. Pertama, semua temuan tindakan penimbunan ini terjadi hanya berselang beberapa hari saja setelah berita kelangkaan minyak goreng muncul di masyarakat. Semua kejadian selalu ditemukan oleh pihak Kepolisian. Hal ini dapat menimbulkan hipotesis bahwa memang ada kesengajaan menimbun minyak goreng oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Kedua, beberapa kejadian penimbunan di atas menunjukkan kalau kelangkaan minyak goreng di Indonesia disebabkan oleh tindakan penimbunan produk jadi (finished goods) secara sengaja oleh pihak-pihak tertentu. Karena itu, dugaan kelangkaan ini seharusnya muncul pada proses distribusi, bukan di proses manufaktur atau industri pengolahan di dalam sebuah jaringan rantai pasok. Produk jadi dapat disediakan oleh industri pengolahan, artinya proses pengolahan dan supply bahan bakunya lancar.
Jika saja ditemukan minyak goreng tumpah atau rusak selama perjalanan dalam proses distribusi dalam jumlah besar, pasti yang muncul di berita adalah pihak Polantas. Dan jika yang rusak atau tumpah dalam jumlah besar, artinya ada mitigasi risiko yang buruk dari perusahaan. Sehingga disimpulkan bahwa kelangkaan minyak goreng muncul karena keteledoran perusahaan. Namun tidak ada laporan kejadian seperti ini.
Artinya, semua perkiraan semakin mendukung adanya pihak-pihak yang dengan sengaja menahan proses supply minyak goreng. Bottleneck ada di tahap sebelum minyak goreng diterima masyarakat. Maka intervensi pun dilakukan pada tahap ini, yaitu perlu intervensi kepada mereka yang menimbun minyak goreng.
Lantas, bagaimana solusinya? adalah memberantas mafia dan memotong proses perantara (intermediasi) yang tidak memberi value added dalam sebuah rantai pasok. Seluruh pihak di dalam supply chain harus dipantau ketat agar tidak melakukan tindakan merugikan masyarakat.
Peran dari Pemerintah Daerah sangatlah penting karena penimbunan terjadi secara menyebar di berbagai provinsi di Indonesia. Tindakan Presiden Joko Widodo pada tahun 2019 mengangkat Kapolri Tito Karnavian yang berpengalaman melawan berbagai aksi teror sebagai Menteri Dalam Negeri bisa dipandang sebagai strategi yang tepat untuk mendeteksi dan melawan mafia di sepanjang rantai pasok (supply chain) komoditas di Indonesia.
Lalu, apakah Indonesia dapat menerapkan berbagai konsep dan teori supply chain yang ada sekarang untuk menyelesaikan masalahnya sendiri?
Kita perlu ingat bahwa semua teori supply chain (dan teori manajemen pada umumnya) dirancang oleh pengamat dari luar negeri, sehingga di dalam otak bawah sadarnya, mereka menerapkan kondisi-kondisi yang ada di negaranya sendiri ke dalam teori yang mereka susun. Tentu hal ini berbeda dengan kondisi di Indonesia yang mana infrastruktur transportasi dan teknologi informasi berbeda jauh dengan negara maju. Belum lagi isu premanisme yang tidak pernah dibahas dalam konsep supply chain manapun.
Sehingga, Indonesia perlu mendesain dan menyesuaikan sendiri tata kelola (governance) supply chain sesuai dengan kondisi di dalam negeri Indonesia. Hal ini bisa dimulai dengan cara adaptasi (penyesuaian) dari berbagai konsep dan strategi supply chain yang ada, dan evaluasi strategi yang pernah diterapkan selama ini (contohnya strategi menerapkan Harga Eceran Tertinggi).
*Artikel ini tayang di BUMN Track Online